*****
Whuuuz… whuuuzz…
Ibu Mia Kucing terbangun mendengar suara ribut-ribut. Ia keluar
rumah dan bertanya pada Bu Abi Kambing.
“Siga si Raja Hutan ulang tahun. Seluruh penghuni hutan diundang
ke pestanya malam nanti.”
“Kok mendadak begini?” tanya Bu Mia
heran.
“Raja baru ingat pagi ini. Persiapannya jadi serba terburu-buru.
Raja menyuruh Raku Kura-kura dan Kiki Kelinci menempelkan undangan di pohon.”
“Oh, dua pelari cepat itu? Pantas ribut sekali,” omel Bu Mia Kucing.
“Kalau bukan mereka berdua, siapa lagi yang bisa disuruh?”
“Benar juga,” sahut Bu
Mia.
“Walaupun Raku Kura-kura itu berkaki pendek, namun larinya …
wow, luar biasa!”
Malamnya, semua hewan di hutan berkumpul di halaman istana.
Pakaian dan perhiasan mereka serba gemerlap. Dan tentu saja mereka tak lupa
membawa hadiah untuk Raja Siga Singa. Hadiah-hadiah itu diletakkan teratur di
atas meja di dekat pagar istana. Hanya Jian Anjing yang tidak menumpuk
hadiahnya bersama yang lain. Diletakkannya hadiah mangkuk kristal bening itu di
bawah meja. Ia takut mangkuk itu pecah jika tertindih hadiah-hadiah lain.
Sementara itu …
“Hosh! Hosh! Sepertinya pesta sudah mulai. Ukh, untung Raja
belum muncul,” gumam Raku Kura-kura terengah-engah. Ia datang sedikit
terlambat. Walau larinya cepat, tapi rumahnya paling jauh dari istana.
Ketika hendak bergabung dengan tamu-tamu lainnya, Raku Kura-kura
ragu-ragu sejenak. Kemudian secepat kilat ia bersembunyi di bawah meja tempat
tumpukan hadiah.
“Gawat!” desisnya.
“Semuanya berpenampilan mewah. Bisa-bisa aku jadi tamu
berpenampilan terburuk,” Raku Kura-kura cemas
memandangi tubuhnya yang polos tanpa hiasan sedikitpun.
Raku Kura-kura sudah biasa menjadi pusat perhatian karena
larinya yang sangat cepat. Apalagi setelah ia berhasil mengalahkan Kiki Kelinci
dalam suatu pertandingan lari. Namun, tak mungkin kan ia harus berlari ke sana
ke mari untuk menarik perhatian.
Ah! Tiba-tiba matanya melihat sebuah mangkuk kristal indah di
sampingnya. Milik siapa ini? pikir Raku Kura-kura.
“Ah, aku tahu!” serunya
ketika mendapat ide.
Gluduk gluduk! Dengan hati-hati ia menggelindingkan mangkuk itu
ke balik semak-semak. Dibalurinya dengan getah dan daun sampai warnanya berubah
kehijauan. Lebih bagus daripada warna bening tadi. Mangkuk itu lalu diikatnya
ke punggungnya dengan akar-akar pohon. Berat, tapi tak jadi soal.
Penuh percaya diri Raku Kura-kura masuk ke halaman istana. Semua
mata langsung tertuju padanya.
“Wah, Raku Kura-kura! Indah sekali benda yang ada di punggungmu!
Hijau kemilau seperti zamrud!” decak para
tamu kagum.
Raku Kura-kura mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Ia puas
diperhatikan seperti itu. Namun Jian Anjing menatapnya curiga. Ia yakin benda
di punggung Raku Kura-kura adalah mangkuk kristal miliknya. Jian Anjing segera
memeriksa kolong meja tempat hadiah. Benar! Mangkuk kristalnya menghilang!
Ia langsung berteriak,
“Raku Kura-kura, pencuri! Kembalikan mangkuk kristalku!”
Tamu-tamu pesta kaget dan bingung.
“Cepat lepaskan mangkuk itu dari punggungmu!” Jian Anjing berusaha menarik lepas mangkuk itu. Tapi akar pohon
yang melilit terlalu kuat. Keduanya sama-sama terpental.
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar,
“Siapa yang berani membuat keonaran di hari ulang tahunku?!” Siga si Raja Hutan muncul. Ia duduk di singasananya sambil
melotot ke arah Raku Kura-kura dan Jian Anjing. Semua terdiam menahan napas.
“Maaf, Baginda,” sembah Jian
Anjing hormat. “Tapi mangkuk yang akan
hamba hadiahkan untuk Baginda telah dicuri Kura-kura ini.”
“Tidak, Baginda!” bantah Raku
Kura-kura tegas. “Mangkuk ini hamba temukan
di kolong meja itu. Hamba cuma bermaksud meminjamnya sebentar.”
“Tapi kau mengambilnya tanpa seijinku. Itu mencuri namanya!” Keduanya terus berbantahan.
“DIAM!” bentak si Raja Hutan. Ia
menyuruh Raku Kura-kura segera mengembalikan mangkuk itu.
“Tapi akar-akar yang melilit di tubuh hamba terlalu kuat.
Sepertinya … mangkuk ini tidak bisa dilepas,” elak Raku
Kura-kura.
“Raku Kura-kura, aku tahu kau menyukai mangkuk itu,” kata Siga Raja Hutan.
“Jian Anjing sebenarnya hendak memberikan mangkuk itu untukku.
Tapi rasanya mangkuk itu memang lebih pantas untukmu. Baiklah, kuizinkan kau
memilikinya. Mulai sekarang, teruslah ke mana-mana dengan mangkuk di
punggungmu.”
“Terima kasih, Baginda,” Raku
Kura-kura mencibir ke arah Jian Anjing yang terpaksa merelakan mangkuk itu.
“Tapi…” lanjut Siga Raja Hutan, “Sebagai gantinya, kemampuan berlari cepatmu
kuberikan pada Jian Anjing. Adil, bukan?”
Sejak itu Raku Kura-kura cuma bisa berjalan lambat-lambat, dan
menjaga agar mangkuk kristal di punggungnya tidak jatuh. Sering ia menyesali
keadaan dirinya. Karena tak ada lagi yang mengelu-elukan kecepatan larinya.
Itu sebabnya sampai sekarang bangsa kura-kura memiliki mangkuk
keras di punggungnya. Dan tetap berjalan lambat. Kalau bertemu makhluk lain,
mereka cepat-cepat menyusupkan kepala ke dalam mangkuknya. Mungkin malu kalau
ada yang menanyakan tentang Raku, nenek moyang mereka yang serakah.
Sementara itu, bangsa anjing sampai kini bisa berlari cepat. Dan
terbiasa mengejar pencuri seperti Jian, nenek moyang mereka.
*****
Janganlah
malu dengan apa yang kita miliki, jangan minder dengan orang lain. Kita harus
bersyukur dengan apa yang dianugerahkan kepada kita. Jangan sampai menghalalkan
segala cara hanya untuk mendapatkan perhatian dan pujian dari orang2. Karena
kita kurang bersyukur jadi kita kehilangan kelebihan kita seperti si kura-kura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar