Nabi Musa A.S.
adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan Bani Isra'il yang pada ketika
itu dikuasai oleh Raja Fir'aun yang
bersikap kejam dan zalim. Nabi Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya'qub
adalah beribukan Yukabad. Setelah meningkat dewasa Nabi
Musa telah beristerikan dengan puteri Nabi Syu'aib yaitu Shafura. Dalam perjalanan hidup Nabi
Musa untuk menegakkan Islam dalam penyebaran risalah yang telah diutuskan oleh
Allah kepadanya ia telah diketemukan beberapa orang nabi diantaranya ialah bapa
mertuanya Nabi Syu'aib, Nabi Harun dan Nabi Khidhir. Di sini juga diceritakan
tentang perlibatan beberapa orang nabi yang lain di antaranya Nabi Somu'il
serta Nabi Daud.
Catatan :
Para
ahli tafsir berselisih pendapat tentang Syu'aib, mertua Nabi Musa. Sebagian
besar berpendapat bahwa ia adalah Nabi Syu'aib A.S. yang diutuskan sebagai
rasul kepada kaum Madyan, sedang yang lain berpendapat bahwa ia adalah orang
lain yaitu yang dianggap adalah satu kebetulan namanya Syu'aib juga. Wallahu
A'lam bisshawab.
Kelahiran Musa Dan Pengasuhnya
Raja
Fir'aun yang memerintah Mesir sekitar kelahirannya Nabi Musa, adalah seorang
raja yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Ia memerintah negaranya
dengan kekerasan, penindasan dan melakukan sesuatu dengan sewenang-wenangnya.
Rakyatnya hidup dalam ketakutan dan rasa tidak aman tentang jiwa dan harta
benda mereka, terutama Bani Isra'il yang menjadi hamba kekejaman, kezaliman dan
bertindak sewenang-wenangnya dari raja dan orang-orangnya. Mereka merasa tidak
tenteram dan selalu dalam keadaan gelisah, walau pun berada dalam rumah mereka
sendiri. Mereka tidak berani mengangkat kepala bila berhadapan dengan seorang
hamba raja dan berdebar hati mereka karena ketakutan bila kedengaran suara
pegawai-pegawai kerajaan di sekitar rumah mereka, apalagi bunyi kasut mereka
sudah terdengar di depan pintu.
Raja
Fir'aun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu, bergelimpangan dalam
kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada taranya, bahkan mengumumkan
dirinya sebagai tuhan yang harus disembah oleh rakyatnya. Pada suatu hari
beliau telah terkejut oleh ramalan oleh seorang ahli nujum kerajaan yang dengan
tiba-tiba datang menghadap raja dan memberitahu bahwa menurut firasat falaknya,
seorang bayi lelaki akan dilahirkan
dari kalangan Bani Isra'il yang
kelak akan menjadi musuh kerajaan dan
bahkan akan membinasakannya.
Raja
Fir'aun segera mengeluarkan perintah agar semua bayi lelaki yang dilahirkan di
dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan agar diadakan pengusutan yang
teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi lelaki, tanpa terkecuali, terhindar
dari tindakan itu. Maka dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan
tenteranya. Setiap rumah dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil
menjadi perhatian mereka pada saat melahirkan bayinya.
Raja
Fir'aun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang kekebalan kerajaannya
setelah mendengar para anggota kerajaannya, bahwa wilayah kerajaannya telah
menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup. Ia
tidak mengetahui bahwa kehendak Allah tidak dapat dibendung dan bahwa takdirnya
bila sudah difirman "Kun"
pasti akan wujud dan menjadi kenyataan "Fayakun".
Tidak sesuatu kekuasaan bagaimana pun besarnya dan kekuatan bagaimana hebatnya
dapat menghalangi atau mengagalkannya.
Raja
Fir'aun sesekali tidak terlintas dalam fikirannya yang kejam dan zalim itu
bahwa kerajaannya yang megah, menurut apa yang telah tersirat dalam Lauhul Mahfudz, akan ditumbangkan oleh
seorang bayi yang justeru diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri akan
diwarisi kelak oleh umat Bani Isra'il yang dimusuhi, dihina, ditindas dan
disekat kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah laksana bunga mawar yang tumbuh di
antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang timbul menyingsing dari
tengah kegelapan yang mencekam.
Yukabad,
isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya'qub sedang duduk seorang diri di salah
satu sudut rumahnya menanti datangnya seorang bidan yang akan memberi
pertolongan kepadanya melahirkan bayi dari dalam kandungannya itu.
Bidan datang
dan lahirlah bayi yang telah dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan
selamat, segar dan sihat afiat. Dengan lahirnya bayi itu, maka hilanglah rasa
sakit yang luar biasa dirasai oleh setiap perempuan yang melahirkan namun
setelah diketahui oleh Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut
kembali. Ia merasa sedih dan khuatir bahwa bayinya yang sangat disayangi itu
akan dibunuh oleh orang-orang Fir'aun. Ia mengharapkan agar bidan itu merahasiakan
kelahiran bayi itu dari sesiapa pun. Bidan yang merasa simpati terhadap bayi
yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu yang akan
kehilangan bayi yang baru dilahirkan memberi kesanggupan dan berjanji akan
merahasiakan kelahiran bayi itu.
Setelah
bayi mencapai tiga bulan, Yukabad tidak merasa tenang dan selalu berada dalam
keadaan cemas dan khuatir terhadap keselamatan bayinya. Allah memberi ilham
kepadanya agar menyembunyikan bayinya di dalam sebuah peti yang tertutup rapat,
kemudian membiarkan peti yang berisi bayinya
itu terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak boleh bersedih dan cemas ke
atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin akan mengembalikan bayi itu
kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.
Dengan
bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap jaminan Illahi, maka
dilepaskannya peti bayi oleh Yukabad, setelah ditutup rapat dan dicat dengan
warna hitam, terapung dipermukaan air sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh
ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti rahasia itu agar diketahui di mana ia
berlabuh dan ditangan siapa akan jatuh peti yang mengandungi arti yang sangat
besar bagi perjalanan sejarah umat manusia.
Alangkah
cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasi itu,
dijumpai oleh puteri raja yang kebetulan berada di tepi sungai Nil bersantai
bersama beberapa dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana dan diserahkan
kepada ibunya, isteri Fir'aun. Yukabad yang segera diberitahu oleh anak
perempuannya tentang nasib peti itu, menjadi kosonglah hatinya karena sedih dan
cepat serta hampir saja membuka rahasia peti itu, andai kata Allah tidak
meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan Allah yang telah diberikan
kepadanya.
Raja
Fir'aun ketika diberitahu oleh Aisah,
isterinya, tentang bayi laki-laki yang ditemui di dalam peti yang terapung di
atas permukaan sungai Nil, segera memerintahkan membunuh bayi itu seraya
berkata kepada isterinya:
"Aku khuatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan
menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami yang
besar ini."
Akan
tetapi isteri Fir'aun yang sudah terlanjur menaruh simpati dan sayang terhadap
bayi yang lucu dan manis itu, berkata kepada suaminya:
"Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang
kepadanya dan lebih baik kami ambil dia sebagai anak, kalau-kalau kelak ia akan
berguna dan bermanfaat bagi kami. Hatiku sangat tertarik kepadanya dan ia akan
menjadi kesayanganku dan kesayangmu".
Demikianlah
jika Allah Yang Maha Kuasa menghendaki sesuatu maka dilincinkanlah jalan bagi
terlaksananya takdir itu. Dan selamatlah nyawa putera Yukabad yang telah
ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi rasul-Nya, menyampaikan amanat wahyu-Nya
kepada hamba-hamba-Nya yang sudah sesat.
Nama
Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Fir'aun, bererti air
dan pohon {Mu=air , Sa=pohon} sesuai
dengan tempat ditemukannya peti bayi itu. Didatangkanlah kemudian ke istana
beberapa inang untuk menjadi ibu susuan Musa. Akan tetapi setiap inang yang
mencuba dan memberi air susunya ditolak oleh bayi yang enggan menyedut dari
setiap tetek yang diletakkan ke bibirnya. Dalam keadaan isteri Fir'aun lagi
bingung memikirkan bayi pungutnya yang enggan menetek dari sekian banyak inang
yang didatangkan ke istana, datanglah kakak Musa menawarkan seorang inang lain
yang mungkin diterima oleh bayi itu.
Atas
pertanyaan keluarga Fir'aun, kalau-kalau ia mengenal keluarga bayi itu,
berkatalah kakak Musa:
"Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan ibu bayi ini.
Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan selalu rajin mengasuh
anak, kalau-kalau bayi itu dapat menerima air susu ibu keluarga itu".
Anjuran
kakak Musa diterima oleh isteri Fir'aun dan seketika itu jugalah dijemput ibu
kandung Musa sebagai inang bayaran. Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek
ibunya, disedutlah air susu ibu kandungnya itu dengan sangat lahapnya. Kemudian
diserahkan Musa kepada Yukabad ibunya, untuk diasuh selama masa menetek dengan
imbalan upah yang besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah kepada
Yukabad bahwa ia akan menerima kembali puteranya itu.
Setelah
selesai masa meneteknya, dikembalikan Musa oleh ibunya ke istana, di mana ia di
asuh, dibesar dan dididik sebagaimana anak-anak raja yang lain. Ia mengenderai
kenderaan Fir'aun dan berpakaian sesuai dengan cara-cara Fir'aun berpakaian
sehingga ia dikenal orang sebagai Musa
bin Fir'aun.
Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam Al-Quran dari ayat 4
- 13 dalam surah "Al-Qashash"
sebagai berikut :
"4.~ Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan
menjadikan penduduknya berpecah belah dengan menindas segolongan dari mereka,
menyembelih anak lelaki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.
Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
5.~ Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di
bumi {Mesir} itu dan hendak menjadi mereka pemimpin dan menjadikan mereka
orang-orang yang mewarisi {bumi}.
6.~ Dan Kami akan teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami
perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman berserta tenteranya apa yang selalu mereka
khuatirkan dari mereka itu.
7.~ Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "susukanlah dia, dan apabila
kamu khuatir terhadapnya, maka jatuhkan dia ke dalam sungai {Nil}. Dan
janganlah kamu khuatir dan janganlah pula bersedih hati, karena sesungguhnya
Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya {salah seorang} dari
para rasul.
8.~ Maka pungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya ia menjadi musuh
dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman berserta tenteranya
adalah orang-orang yang bersalah.
9.~ Dan berkatalah isteri Fir'aun: "Ia {Musa} biji mata bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita
atau kita ambil ia menjadi anak," sedang mereka tiada menyedari.
10.~ Dan menjadi kekosongan hait ibu Musa, seandainya Kami tidak teguhkan
hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya {kepada janji Allah}.
11.~ Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan:
"Ikutilah dia". Maka kelihatan olehnya Musa dari jauh, sedang mereka
tidak mengetahuinya.
12.~ Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mahu
menyusukannya sebelum itu, maka berkatalah saudara Musa: "Mahukah kamu aku
tunjukkan kepada kamu ahlul-bait yang akan memeliharakannya untukmu dan mereka dapat
berlaku baik kepadanya?"
13.~ Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak
berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar,
tetapi manusia kebanyakan tidak mengetahuinya."
{ Al-Qashash : 4 ~ 13 }
Musa keluar dari Mesir
Sejak
ia dikembalikan ke istana oleh ibunya setelah disusui, Musa hidup sebagai salah
seorang daripada keluarga kerajaan hingga mencapai usia dewasanya, dimana ia
memperolehi asuhan dan pendidikan sesuai dengan tradisi istana. Allah mengaruniakannya
hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang
diwahyukan kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan rohani, ia dikaruniai
oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani.
Musa
mengetahui dan sedar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana dan tidak
setitik darah Fir'aun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah
keturunan Bani Isra'il tg ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh
kaum Fir'aun. Karenanya ia berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada
kaumnya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang
menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka
terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang madhlum dan
teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa meninggalkan
istana dan keluar dari Mesir.
Peristiwa
itu terjadi ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah lorong di waktu
tengahari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika penduduknya sedang tidur
siang, Ia melihat kedua orang berkelahi seorang dari golongan Bani Isra'il
bernama Samiri dan seorang lagi dari
kaum Fir'aun bernama Fa'tun. Musa
yang mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan pertolongannya terhadap
musuhnya yang lebih kuat dan lenih besar itu, segera melontarkan pukulan dan
tumbukannya kepada Fatun yang seketika itu jatuh rebahan menghembuskan nafasnya
yang terakhir.
Musa
terkejut melihat Fatun, orang Fir'aun itu mati karena tumbukannya yang tidak
disengajakan dn tidak akan mengharapkan membunuhnya. Ia merasa berdoa dan
beristighfar kepada Allah memohon ampun diatas perbuatannya yang tidak sengaja,
telah melayang nyawa salah seorang daripada hamba-hamba-Nya.
Peristiwa
matinya Fatun menjadi perbualan ramai dan menarik para penguasa kerajaan yang
menduga bahwa pasti orang-orang Isra'illah yang melakukan pembunuhan itu.
Mereka menuntut agar pelakunya diberi hukuman yang berat, bila ia tertangkap.
Anggota
dan pasukan keamanan negara di hantarkan ke seluruh pelusuk kota mencari jejak
orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya hanya diketahui oleh Samiri
dan Musa saja. Akan tetapi, walaupun tidak orang ketiga yang menyaksikan
peristiwa itu, Musa merasa cemas dan takut dan berada dalam keadaan bersedia
menghadapi akibat perbuatannya itu bila sampai tercium oleh pihak penguasa.
Alangkah
malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati menghindari kemungkinan
terbongkarnya rahasia pembunuhan yang ia lakukan tatkala ia terjebak lagi tanpa
disengajakan dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya disebut-sebut
sebagai pembunuh yang dicari. Musa bertemu lagi dengan Samiri yang telah
ditolongnya melawan Fatun, juga dalam keadaan berkelahi untuk kali keduanya
dengan salah seorang dari kaum Fir'aun. Melihat Musa berteriaklah Samiri
meminta pertolongannya. Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya
berkata menegur Samiri:
"Sesungguhnya engkau adalah seorang yang telah sesat."
Samiri
menyangkal bahwa Musa akan membunuhnya ketika ia mendekatinya, lalu
berteriaklah Samiri berkata:
"Apakah engkau hendak membunuhku sebagaimana engkau telah
membunuh seorang kemarin? Rupanya engkau hendak menjadi seorang yang
sewenang-wenang di negeri ini dan bukan orang yang mengadilkan kedamaian".
Kata-kata
Samiri itu segera tertangkap orang-orang Fir'aun, yang dengan cepat
memberitahukannya kepada para penguasa yang memang sedang mencari jejaknya.
Maka berundinglah para pembesar dan penguasa Mesir, yang akhirnya memutuskan
untuk menangkap Musa dan membunuhnya sebagai balasan terhadap matinya seorang
dari kalangan kaum Fir'aun.
Selagi
orang-orang Fir'aun mengatur rancangan penangkapan Musa, seorang lelaki salah
satu daripada sahabatnya datang dari hujung kota memberitahukan kepadanya dan
menasihatkan agar segera meninggalkan Mesir, karena para penguasa Mesir telah
memutuskan untuk membunuhnya apabila ia ditangkap. Lalu keluarlah Musa
terburu-buru meninggalkan Mesir, ssebelum anggota polis sempat menutup serta
menyekat pintu-pintu gerbangnya.
Tentang isi cerita ini, terdapat dalam al-Quran yang dapat di
baca di dalam surah "Al-Qashshas" ayat 14 - 21 sebagaimana berikut :~
"14.~ Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikannya
hikmah dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik.
15.~ Dan Musa masuk ke kota {Memphis} ketika penduduknya sedang tidur, maka
didapatinya di dalam kota itu dua orang lelaki sedang bergaduh, yang seorangnya
dari golongannya {Bani Isra'il} dan seorang lagi dari musuhnya {Kaum Fir'aun}.
Maka orang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk mengalahkan
orang dari musuhnya, lalu Musa menumbuknya dan matilah musuhnya itu. Musa
berkta; "Ini adalah perbuatan syaitan, sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang menyesatkan lagi nyata {permusuhannya}.
16.~ Musa berdoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku
sendiri, karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya
Allah Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
17.~ Musa berkata : "Ya Tuhanku demi nikmat Engkau anugerahkan
kepadaku, aku sesekali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang
berdosa".
18.~ Karena itu jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu dengan
khuatir {akibat perbuatannya} maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongannya
kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya:
"Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat, yang nyata
{kesesatannya}.
19.~ Maka tatkala Musa hendak memegang dengan kuat orang yang menjadi musuh
keduanya, berkata {seorang daripada mereka}: "Hai Musa apakah engkau
bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang
manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat
sewenang-wenang di negeri {ini}, dan tiadalah kamu bermaksud menjadi salah
seorang dari orang yang mengadakan perdamaian".
20.~ Dan datanglah seorang laki-laki dari hujung kota bergegas-gegas, seraya
berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding
tentangmu, untuk membunuhmu oleh itu keluarlah {dari kota ini}. Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.
21.~ Maka keluarlah Musa dari kota ini dengan rasa takut menunggu-nunggu
dengan khuatir. Dia berdoa: "Ya Tuhanku selamatkanlah dari orang-orang
yang zalim itu."
{ Al-Qashash : 14 ~ 21 }
Musa bertemu Jodoh di kota Madyan
Dengan
berdoa kepada Allah: "Ya Tuhanku
selamatkanlah aku dari segala tipu daya orang-orang yang zalim" keluarlah
Nabi Musa dari kota Mesir seorang diri, tiada pembantu selain inayahnya Allah
tiada kawan selain cahaya Allah dan tiada bekal kecuali bekal iman dan takwa
kepada Allah. Penghibur satu-satunya bagi hatinya yang sedih karena
meninggalkan tanah airnya ialah bahwa ia telah diselamatkan oleh Allah dari
buruan kaum fir'aun yang ganas dan kejam itu”.
Setelah
menjalani perjalanan selama delapan hari
delapan malam dengan berkaki ayam {tidak berkasut} sampai terkupas kedua
kulit tapak kakinya, tibalah Musa di kota Madyan yaitu kota Nabi Syu'aib yang
terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestin.
Nabi Musa beristirehat di bawah sebuah pohon yang rendang bagi menghilangkan
rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, berdiam seorang diri karena nasibnya
sebagai salah seorang bekas anggota istana kerajaan yang menjadi seorang
pelarian dan buruan. Ia tidak tahu ke mana ia harus pergi dan kepada siapa ia
harus bertamu, di tempat di mana ia tidak mengenal dan dikenal orang, tiada
sahabat dan saudara. Dalam keadaan demikian terlihatlah olehnya sekumpulan
penggembala berdesak-desak mengelilingi sebuah sumber air bagi memberi minum
ternakannya masing-masing, sedang tidak jauh dari tempat sumber air itu berdiri
dua orang gadis yang menantikan giliran untuk memberi minuman kepada
ternakannya, jika para penggembala lelaki itu sudah selesai dengan tugasnya.
Musa
merasa kasihan melihat kepada dua orang gadis itu yang sedang menanti lalu
dihampirinya dan ditanya :
"Gerangan apakah yang kamu tunggu di sini?"
Kedua
gadis itu menjawab:
“Kami hendak mengambil air dan memberi minum ternak kami namun
kami tidak dapat berdesak dengan lelaki yang masih berada di situ. Kami
menunggu sehingga mereka selesai memberi minum ternakan mereka. Kami harus
lakukan sendiri pekerjaan ini karena ayah kami sudah lanjut usianya dan tidak
dapat berdiri, dantidak lagi datang ke mari".
Lalu
tanpa mengucapkan sepatah dua patah pun diambilkannyalah timba kedua gadis itu
oleh Musa dan sejurus kemudian dikembalikannya kepada mereka setelah terisi air
penuh sedang sekeliling sumber air itu masih padat di keliling para pengembala.
Setibanya
kedua gadis itu di rumah berceritalah keduanya kepada ayah mereka tentang
pengalamannya dengan Nabi Musa yang karena pertolongannya yang tidak diminta
itu mereka dapat lebih cepat kembali ke rumah daripada biasa. Ayah kedua gadis
yang bernama Syu'aib itu tertarik dengan cerita kedua puterinya. Ia ingin
berkenalan dengan orang yang baik hati itu yang telah memberi pertolongan tanpa
diminta kepada kedua puterinya dan sekaligus menytakan terimakasih kepadanya.
Ia menyuruh salah seorang dari puterinya itu pergi memanggilkan Musa dan
mengundangnya datang ke rumah.
Dengan
malu-malu pergilah puteri Syu'aib menemui Musa yang masih berada di bawah pohon
yang masih melamun. Dalam keadaan letih dan lapar Musa berdoa:
"Ya Tuhanku aku sangat memerlukan belas kasihmu dan
memerlukan kebaikan sedikit barang makanan yang Engkau turunkan kepadaku."
Berkatalah
gadis itu kepada Musa memotong lamunannya:
"Ayahku mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan
dengan engkau serta memberi engkau sekadar upah atas jasamu menolong kami
mendapatkan air bagi kami dan ternak kami."
Musa
sebagai perantau yang masih asing di negeri itu, tiada mengenal dan dikenali
orang tanpa berfikir panjang menerima undangan gadis itu dengan senang hati. Ia
lalu mengikuti gadis itu dari belakang menuju ke rumah ayahnya yang bersedia
menerimanya dengan penuh ramah-tamah, hormat dan mengucapkan terimakasihnya.
Dalam
berbincang-bincang dan bercakap-cakap dengan Syu'aib ayah kedua gadis yang
sudah lanjut usianya itu Musa mengisahkan kepadanya peristiwa yang terjadi pada
dirinya di Mesir sehingga terpaksa ia melarikan diri dan keluar meninggalkan
tanah airnya bagi mengelakkan hukuman penyembelihan yang telah direncanakan
oleh kaum Fir'aun terhadap dirinya.
Berkata
Syu'aib setelah mendengar kisah tamunya:
"Engkau telah lepas dari pengejaran dari orang-orang yang
zalim dan ganas itu adalah berkat rahmat Tuhan dan pertolongan-Nya. Dan engkau
sudah berada di sebuah tempat yang aman di rumah kami ini, di mana engkau akan
tinggallah dengan tenang dan tenteram selama engkau suka."
Dalam
pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syu'aib sebagai tamu yang
dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga tuan rumah yang
merasa kagum akan keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan jasmaninya,
perilakunya yang lemah lembut, budi perkertinya yang halus serta akhlaknya yang
luhur. Hal mana telah menimbulkan idea di dalam hati salah seorang dari kedua
puteri Syu'aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka. Berkatalah
gadis itu kepada ayahnya:
"Wahai ayah! Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan
urusan rumahtangga dan penternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya,
luhur budi perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercayai."
Saran
gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah menjadi
pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah, menunjukkan sikap bergaul
yang manis perilaku yang hormat dan sopan serta tangan yang ringan suka
bekerja, suka menolong tanpa diminta.
Diajaklah Musa berunding oleh Syu'aib dan berkatalah kepadanya:
"Wahai Musa! Tertarik oleh sikapmu yang manis dan cara
pergaulanmu yang sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur, selama
engkau berada di rumah ini kami dan mengingat akan usiaku yang makin hari makin
lanjut, maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai menantu, mengawinkan engkau
dengan salah seorang dari kedua gadisku ini. Jika engkau dengan senang hati
menerima tawaranku ini, maka sebagai maskawinnya, aku minta engkau bekerja
sebagai pembantu kami selama lapan tahun menguruskan penternakan kami dan
soal-soal rumahtangga yang memerlukan tenagamu. Dan aku sangat berterima kasih
kepada mu bila engkau secara suka rela mahu menambah dua tahun di atas lapan
tahun yang menjadi syarat mutlak itu."
Nabi
Musa sebagai buruan yang lari dari tanah tumpah darahnya dan berada di negeri
orang sebagai perantau, tada sanak saudara, tiada sahabat telah menerima
tawaran Syu'aib itu sebagai karuniaan dari Tuhan yang akan mengisi kekosongan
hidupnya selaku seorang bujang yang memerlukan teman hidup untuk menyekutunya
menanggung beban penghidupan dengan segala suka dan dukanya. Ia segera tanpa
berfikir panjang berkata kepada Syu'aib:
"Aku merasa sangat bahagia, bahwa paman berkenan menerimaku
sebagai menantu, semuga aku tidak menghampakan harapan paman yang telah berjasa
kepada diriku sebagai tamu yang diterima dengan penuh hormat dan ramah tamah,
kemudian dijadikannya sebagai menantu, suami kepada anak puterinya. Syarat
kerja yang paman kemukakan sebagai maskawin, aku setujui dengan penuh
tanggungjawab dan dengan senang hati."
Setelah
masa lapan tahun bekerja sebagai pembantu Syu'aib ditambah dengan suka rela
dilampaui oleh Musa, dikawinkanlah
ia dengan puterinya yang bernama Shafura.
Dan sebagai hadiah perkawinan diberinyalah pasangan penganti baru itu oleh Syu'aib beberapa ekor kambing untuk
dijadikan modal pertama bagi hidupnya yang baru sebagai suami-isteri. Pemberian
beberpa ekor kambing itu juga merupakan tanda terimaksih Syu'aib kepada Musa
yang selama ini di bawah pengurusannya, penternakan Syu'aib menjadi berkembang
biak dengan cepatnya dan memberi hasil serta keuntungan yang berlipat ganda.
Bacalah tentang isi cerita yang terurai ini di dalam ayat 22
sampai ayat 28, surah "Al-Qashash" juz 20 yang berbunyi sebagai
berikut :~
"22.~ Dan tatkala ia menghadap ke negeri Madyan, ia berdoa {lagi}:
"Mudah-mudahan Tuhanku menimpaiku ke jalan yang benar."
23.~ Dan tatkala ia sampai di sumber air di negeri Madyan, ia menjumpai di
sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum {ternakannya} dan ia menjumpai di
belakang orang ramai itu, dua orang wanita yang sedang menghambat ternakannya.
Musa berkata: "Apakah maksudmu {dengan berbuat begitu}?" Kedua wanita
itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan {ternakan kami} sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan {ternakkannya} sedang bapa kami orang tua
yang telah lanjut umurnya."
24.~ Maka Musa memberi minum ternakan itu {untuk menolong} keduanya,
kemudian kembali ke tempat yang teduh, lalu berdoa: " Ya Tuhanku!
Sesungguhnya aku memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan
kepadaku."
25.~ Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang daripada kedua wanita itu
dengan malu-malu ia berkata: "Sesungguhnya bapaku memanggilmu agar ia
memberi pembalasan {kebaikanmu} memberi minum {ternakan} kami." Maka
tatkala Musa mendatangi bapanya {Syu'aib} dan menceritakan kepadanya cerita
{mengenai dirinya}. Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut, kamu telah
selamat dari orang-orang yang zalim itu."
26.~ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapaku, ambil ia
sebagai orang yang bekerja {dengan kita}. karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja {dengan kita} ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercayai."
27.~ Berkatalah dia {Syu'aib}: " Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku lapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun itu adalah dari
kemahuanmu, maka aku tidak mahu memberati kamu. Dan kamu insya-Allah kelak akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang baik."
28.~ Dia berkata: "Itulah {perjanjian} antara aku dan kamu, mana saja
dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku {lagi}. Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita
ucapkan."
{ Al-Qashash : 22 ~ 28 }
Musa A.S. pulang ke Mesir dan menerima Wahyu
Sepuluh
tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, sejak ia melarikan diri dari
buruan kaum Fir'aun. Suatu waktu yang cukup lama bagi seseorang dapat bertahan
menyimpan rasa rindunya kepada tanah air, tempat tumpah darahnya, walaupun ia
tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup di dalam tanah airnya sendiri. Apa
lagi seorang seperti Musa yang mempunyai kenang-kenangan hidup yang seronok dan
indah selama ia berada di tanah airnya sendiri selaku seorang dari keluarga
kerajaan yang megah dan mewah, maka wajarlah bila ia merindukan Mesir tanah
tumpah darahnya dan ingin pulang kembali setelah ia beristerikan Shafura,
puteri Syu'aib.
Bergegas-gegaslah
Musa berserta isterinya mengemaskan barang dan menyediakan kenderaan lalu
meminta diri dari orang tuanya dan bertolaklah menuju ke selatan menghindari
jalan umum supaya tidak diketahui oleh orang-orang Fir'aun yang masih
mencarinya.
Setibanya di "Thur Sina"
tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan bingung manakah yang harus ia tempuh.
Dalam keadaan demikian terlihatlah oleh dia sinar api yang nyala-nyala di atas
lereng sebuah bukit. Ia berhenti lalu lari ke jurusan api itu seraya berkata
kepada isterinya:
"Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api
yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat
membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa
sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kesejukan."
Tatkala
Musa sampai ke tempat api itu terdengar oleh dia suara seruan kepadanya datang dari
sebatang pohon kayu di pinggir lembah yang sebelah kanannya pada tempat
yang diberkahi Allah. Suara seruan yang didengar oleh Musa itu ialah:
"Wahai
Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya
kamu berada di lembah yang suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka
dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah
Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk
mengingat akan Aku."
Itulah
wahyu yang pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda
kenabiannya, di mana ia telah dinyatakan oleh Allah sebagai rasul dan nabi-Nya
yang dipilih Nabi Musa dalam kesempatan bercakap langsung dengan Allah di atas bukit Thur Sina itu telah
diberi bekal oleh Allah yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai persiapan
untuk menghadap kaum Fir'aun yang sombong dan zalim itu.
Bertanyalah Allah kepada Musa:
"Apakah
itu yang engkau pegang dengan tangan kananmu hai Musa!"
Suatu
pertanyaan yang mengadungi erti yang lebih dalam dari apa yang sepintas lalu
dapat ditangkap oleh Nabi Musa dengan jawapannya yang sederhana.
"Ini
adalah tongkatku, aku bertelekan padanya dan aku pukul daun dengannya untuk
makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk
keperluan-keperluan lain yang penting bagiku."
Maksud
dan erti dari pertanyaan Allah yang nampak sederhana itu baru dimegertikan dan
diselami oleh Musa setelah Allah memerintahkan kepadanya agar meletakkan tongkat itu di atas tanah, lalu
menjelmalah menjadi seekor ular besar
yang merayap dengan cepat sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah
berseru kepadanya:
"Peganglah
ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan
asal."
Maka
begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh Musa, ia segera
kembali menjadi tongkat yang ia terima dari Syu'aib, mertuanya ketika ia
bertolak dari Madyan.
Sebagai
mukjizat yang kedua, Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepitkan tangannya
ke ketiaknya yang nyata setelah dilakukannya perintah itu, tangannya menjadi
putih cemerlang tanpa cacat atau penyakit.
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah
"Thaahaa" ayat 9 hingga 23 juz 16 sebagai berikut :~
"9.~ Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
10.~ Ketika itu melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya:
"Tinggallah kamu {di sini} sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku
dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di
tempat api itu."
11.~ Maka ketika ia datang ke tempat api itu, ia dipanggil: "Hai Musa,
12.~ Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua
terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa.
13.~ Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
{kepadamu}.
14.~ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingati Aku.
15.~ Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan {waktunya}
agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakannya.
16.~ Maka sesekali janagnlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang
tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang
menyebabkan kamu menjadi binasa."
17.~ Apakah itu yang ditangan kananmu, hai Musa?"
18.~ Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya dan
aku memukul {daun} dengannya untuk kambingku dan bagiku ada lagi keperluan yang
lain padanya."
19.~ Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!"
20.~ Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular
yang merayap dengan cepat.
21.~ Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan
asalnya."
22.~ Dan kepitkanlah tanganmu di ketiakmu, nescaya ia keluar menjadi putih
cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain {pula}.
23.~ untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan
Kami yang sangat besar."
{Thaahaa : 9 ~ 23 }
Musa diperintahkan berdakwah kepada Fir'aun
Raja
Fir'aun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan pemerintahan yang
zalim, kejam dan ganas. Rakyatnya yang terdiri dari bangsa Egypt yang merupakan penduduk
peribumi dan bangsa Isra'il yang
merupakan golongan pendatang, hidup
dalam suasana penindasan, tidak merasa aman bagi nyawa dan harta bendanya.
Tindakan
sewenang-wenang dan pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditujukan kepada
Bani Isra'il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram. Mereka
dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan yang tidak
dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Fir'aun sendiri.
Selain
kezaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang ditimpakan oleh Fir'aun atas rakyatnya, terutama kaum
Bani Isra'il. ia menyatakan dirinya
sebagai tuhan yang harus disembah dan dipuja. Dan dengan demikian ia makin
jauh membawa rakyatnya ke jalan yang sesat tanpa pendoman tauhid dan iman,
sehingga makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan
moral dan akhlak.
Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu
diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Fir'aun sebagai Rasul-Nya,
mengajakkan beriman kepada Allah, menyedarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk
Allah sebagaimana lain-lain rakyatnya, yang tidak sepatutnya menuntut orang
menyembahnya sebagi tuhan dan bahwa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh
semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta
ini.
Nabi
Musa dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah meninggalkan Madyan, selalu
dibayangi oleh ketakutan kalau-kalua peristiwa pembunuhan yang telah dilakukan
sepuluh tahun yang lalu itu, belum terlupakan dan masih belum hilang dari
ingatan para pembesar kerajaan Fir'aun. Ia tidak mengabaikan kemungkinan bahwa mereka
akan melakukan pembalasan terhadap perbuatan yang ia tidak sengaja itu dengan
hukuman pembunuhan atas dirinya bila ia sudah berada di tengah-tengah mereka.
Ia hanya terdorong rasa rindunya yang sangat kepada tanah tumpah darahnya
dengan memberanikan diri kembali ke Mesir tanpa memperdulikan akibat yang
mungkin akan dihadapi.
Jika
pada waktu bertolak dari Madyan dan selama perjalannya ke Thur Sina. Nabi Musa
dibayangi dengan rasa takut akan pembalasan Fir'aun, Maka dengan perintah Allah
yang berfirman maksudnya :~
"Pergilah
engkau ke Fir'aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas,”
segala
bayangan itu dilempar jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan melaksanakan
perintah Allah menghadapi Fir'aun apa pun akan terjadi pada dirinya. Hanya
untuk menenterankan hatinya berucaplah Musa kepada Allah:
"Aku
telah membunuh seorang daripada mereka, maka aku khuatir mereka akan membalas
membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, yaitu
saudaraku Harun untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan
menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu
lebih petah {lancar} lidahnya dan lebih cekap daripada diriku untuk berdebat
dan bermujadalah."
Allah
berkenan mengabulkan permohonan Musa, maka digerakkanlah hati Harun yang ketika
itu masih berada di Mesir untuk pergi menemui Musa mendampinginya dan
bersama-sama pergilah mereka ke istana Fir'aun dengan diiringi firman Allah:
"Janganlah
kamu berdua takut dan khuatir akan disiksa oleh Fir'aun. Aku menyertai kamu
berdua dan Aku mendengar serta melihat dan mengetahui apa yang akan terjadi
antara kamu dan Fir'aun. Berdakwahlah kamu kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut sedarkanlah ia dengan kesesatannya dan ajaklah ia beriman dan
bertauhid, meninggalkan kezalimannya dan kecongkakannya kalau-kalau dengan
sikap yang lemah lembut daripada kamu berdua ia akan ingat pada kesesatan
dirinya dan takut akan akibat kesombongan dan kebongkakannya."
Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam ayat 33 hingga ayat 35 surah "Al-Qashash" dan ayat 42 hingga ayat 47 surah "Thaha" sebagai berikut :~
Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam ayat 33 hingga ayat 35 surah "Al-Qashash" dan ayat 42 hingga ayat 47 surah "Thaha" sebagai berikut :~
"33.~ Musa berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah membunuh
seseorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku,
34.~ dan saudaraku Harun dia lebih petah lidahnya daripadaku, maka utuslah
dia bersamaku sebagai pembantu untuk membenarkan {perkataan} ku sesungguhnya
aku khuatir mereka akan mendustakan aku."
35.~ Allah berfirman: "Kami akan membantumu dengan saudaramu dan Kami
berikan kepadamu kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu
{berangkat kami berdua} dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang
yang mengikuti kamulah yang akan menang."
{ Al-Qashash : 33 ~ 35 }
"42.~ Pergilah kamu berserta saudara kamu dengan membawa ayat-ayat-Ku dan
janganlah kamu berdua lalai dalam memngingat-Ku.
43.~ Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melewati
batas.
44.~ maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut"
45.~ Berkatalah mereka berdua: "Ya Tuhan kami sesungguhnya kami khuatir
bahwa ia segera menyeksa kami atau akan bertambah melewati batas
46.~ allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khuatir, sesungguhnya Aku
berserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat".
47.~ Maka datanglah kamu berdua kepadanya {Fir'aun} dan katakanlah:
"Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Isra'il bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami
telah datang kepadamu dengan membawa bukti {atas kerasulan kami} dari Tuhanmu.
Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk."
{ Thaha : 42 ~ 47 }
Mujadalah (dialog) antara Musa dengan Fir'aun
Diperolehi
kesempatan oleh Musa dan Harun, menemui raja Fir'aun yang menyatakan dirinya
sebagai tuhan itu, setelah menempuh beberapa rintangan yang lazim dilampaui
oleh orang yang ingin bertemu dengan raja pada waktu itu. Pertemuan Musa dan
Harun dengan Fir'aun dihadiri pula oleh beberapa anggota pemerintahan dan para
penasihatnya.
Bertanya Fir'aun kepada mereka berdua::
"Siapakah kamu berdua ini?"
Musa
menjawab: "Kami, Musa dan Harun
adalah pesuruh Allah kepadamu agar engkau membebaskan Bani Isra'il dari
perhambaan dan penindasanmu dan menyerahkan mereka kepada kami agar menyebah
kepada Allah dengan leluasa dan menghindari seksaanmu."
Fir'aun
yang segera mengenal Musa berkata kepadanya: "Bukankah engkau adalah Musa yang telah kami mengasuhmu sejak masa
bayimu dan tinggal bersama kami dalam istana sampai mencapai usia remajamu,
mendapat pendidikan dan pengajaran yang menjadikan engkau pandai? Dan bukankah
engkau yang melakukan pembunuhan terhadap diri seorang daripada golongan kami?
Sudahkah engkau lupa itu semuanya dan tidak ingat akan kebaikan dan jasa kami
kepada kamu?"
Musa
menjawab: "Bahwasanya engkau telah
memeliharakan aku sejak masa bayiku, itu bukanlah suatu jasa yang dapat engkau
banggakan. Karena jatuhnya aku ke dalam tangan mu adalah akibat kekejaman dan
kezalimanmu tatkala engkau memerintah agar orang-orangmu menyembelih setiap
bayi-bayi laki yang lahir, sehingga ibu terpaksa membiarkan aku terapung di
permukaan sungai Nil di dalam sebuah peti yang kemudian dipungut oleh isterimu
dan selamatlah aku dari penyembelihan yang engkau perintahkan. Sedang mengenai
pembunuhan yang telah aku lakukan itu adalah akibat godaan syaitan yang
menyesatkan, namun peristiwa itu akhirnya merupakan suatu rahmat dan barakah
yang terselubung bagiku. Sebab dalam perantauanku setelah aku melarikan diri
dari negerimu, Allah mengaruniakan aku dengan hikmah dan ilmu serta mengutuskan
aku sebagai Rasul dan pesuruh-Nya. Maka dalam rangka tugasku sebagai Rasul
datanglah aku kepadamu atas perintah Allah untuk mengajak engkau dan kaummu
menyembah Allah dan meninggalkan kezaliman dan penindasanmu terhadap Bani
Isra'il."
Fir'aun
bertanya: "Siapakah Tuhan yang
engkau sebut-sebut itu, hai Musa? Adakah tuhan di atas bumi ini selain aku yang
patut di sembah dan dipuja?"
Musa
menjawab: "Ya, yaitu Tuhanmu dan
Tuhan nenek moyangmu serta Tuhan seru sekalian alam."
Tanya
Fir'aun: "Siapakah Tuhan seru sekali
alam itu?"
Musa
menjawab: "Ialah Tuhan langit dan
bumi dan segala apa yang ada antara langit dan bumi."
Berkata
Fir'aun kepada para penasihatnya dan pembesar-pembesar kerajaan yang berada
disekitarnya. Sesungguhnya Rasul yang diutuskan kepada kamu ini adalah seorang
yang gila kemudia ia balik bertanya kepada Musa dan Harun: "Siapakah Tuhan kamu berdua?"
Musa
menjawab: "Tuhan kami ialah Tuhan
yang telah memberikan kepada tiap-tiap makhluk sesuatu bentuk kejadiannya,
kemudian memberi petunjuk kepadanya."
Fir'aun
bertanya: "Maka bagaimanakah keadaan
umat-umat yang dahulu yang tidak mempercayai apa yang engkau ajarkan ini dan
malahan menyembah berhala dan patung-patung?"
Musa
menjawab: "Pengetahuan tentang itu
ada di sisi Tuhanku. Jika Dia telah menurunkan azab dan seksanya di atas mereka
maka itu adalah karena kecongkakan dan kesombongan serta keengganan mereka
kembali ke jalan yang benar. Jika Dia menunda azab dan seksa mereka hingga hari
kiamat, maka itu adalah kehendak-Nya yang hikmahnya kami belum mengetahuinya.
Allah telah mewahyukan kepada kami bahwa azab dan seksanya adalah jalan yang
benar."
Fir'aun
yang sudah tidak berdaya menolak dalil-dalil Nabi Musa yang diucapkan secara
tegas dan berani merasa tersinggung kehormatannya sebagai raja yang telah
mempertuhankan dirinya lalu menujukan amarahnya dan berkata kepada Musa secara
mengancam: "Hai Musa! jika engkau
mengakui tuhan selain aku, maka pasti engkau akan kumasukkan ke dalam
penjara."
Musa
menjawab: "Apakah engkau akan
memenjarakan aku walaupun aku dapat memberikan kepadamu tanda-tanda yang
membuktikan kebenaran dakwahku?"
Fir'aun
menentang dengan berkata: "Datanglah
tanda-tanda dan bukti-bukti yang nyata yang dapat membuktikan kebenaran
kata-katamu jika engkau benar-benar tiak berdusta."
Dialog {mujadalah} antara Musa dan Fir'aun sebagaimana
dihuraikan di atas dapat dibaca dalam surah "Asy-Syu'ara" ayat 18
hingga ayat 31 juz 19 sebagimana berikut :~
"18.~ Fir'aun berkata: "Bukankah kami telah mengasuhmu diantara
{keluarga} kami diwaktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal diantara
{keluarga} kami beberapa tahun dari umurmu.
19.~ dan kamu telah berbuat sesuatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu
dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas jasa."
20.~ Berkata Musa: "Aku telah melakukannya sedang aku diwaktu itu
termasuk orang-orang yang khilaf.
21.~ Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepada kamu, kemudian
Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikan aku salah seorang
diantara rasul-rasul.
22.~ Budi yang kamu limpahkan kepada ku ini adalah {disebabkan} perhambaan
darimu terhadap Bani Isra'il."
23.~ Fir'aun bertanya: "Apa Tuhan semesta alam itu?"
24.~ Musa menjawab: "Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang
diantara keduanya {itulah Tuhanmu} jika kamu sekalian {orang-orang}
mempercayainya".
25.~ Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu
tidak mendengarkan?".
26.~ Musa berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang
dahulu"
27.~ Fir'aun berkata: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutuskan kepada kamu
sekalian benar-benar orang gila".
28.~ Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang
ada di antara keduanya {itulah Tuhanmu} jika kamu mempergunakan akal".
29.~ Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku
benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan".
30.~ Musa berkata: "Dan apakah kamu {akan melakukan itu} walaupun aku
tunjukkan kepadamu sesuatu {keterangan} yang nyata jika kamu adalah termasuk
orang-orang yang benar."
{ Asy-Syura : 18 ~ 31 }
Musa memperlihatkan dua mukjizat kepada Fir'aun
Menjawab
tentangan Fir'aun yang menuntut bukti atas kebenarannya Musa dengan serta-merta
meletakkan tongkat mukjizatnya di atas yang segera menjelma menjadi seekor ular
besar yang melata menghala ke Fir'aun. Karena ketakutan melompat lari dari singgahsananya
melarikan diri seraya berseru kepada Musa:
" Hai Musa demi asuhanku kepadamu selama delapan belas
tahun panggillah kembali ularmu itu."
Kemudian
dipeganglah ular itu oleh Musa dan kembali menjadi tongkat biasa.
Berkata
Fir'aun kepada Musa setelah hilang dari rasa heran dan takutnya: "Adakah bukti yang dapat engkau
tunjukkan kepadaku?"
"Ya, lihatlah." Musa
menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Kemudian tatkala
tangannya dikeluarkan dari sakunya, bersinarlah tangan Musa itu menyilaukan
mata Fir'aun itu dan orang-orang yang sedang berada disekelilingnya.
Fir'aun
sebagai raja yang menyatakan dirinya sebagai tuhan tentu tidak akan mudah
begitu saja menyerah kepada Musa bekas anak pungutnya walaupun kepadanya telah
diperlihatkan dun mukjizat. Ia bahkan berkata kepada kaumnya yang ia khuatir
akan terpengaruh oleh kedua mukjizat Musa itu bahwa itu semuanya adalah
perbuatan sihir dan bahwa Musa dan Harun adalah ahli sihir yang mahir yang
datang dengan maksud menguasai Mesir dan para penduduknya akan kekuatan dengan
sihirnya itu.
Fir'aun
dianjurkan oleh penasihatnya yang dikepalai oleh Haman agar mematahkan
sihir Musa dan Harun itu dengan mengumpulkan
ahli-ahli sihir yang terkenal dari seluruh daerah kerajaan untuk bertanding melawan Musa dan Harun.
Anjuran mana disetujui oleh Fir'aun yang merasa itu adalah fikiran yang tepat
dan jalan yang terbaik untuk melumpuhkan kedua mukjizat Allah yang oleh mereka
dianggapnya sebagai sihir. Anjuran itu lalu ditawarkan kepada Musa yang
seketika tanpa ragu-ragu sedikit pun menerima tentangan Fir'aun untuk beradu
dan bertanding melawan ahli-ahli sihir. Musa berkeyakinan penuh bahwa dengan
perlindung Allah ia akan keluar sebagai pemenang dalam pertarungan itu,
pertandingan antara perbuatan sihir yang diilham oleh syaitan melawan mukjizat
yang dikaruniakan oleh Allah.
Pada
suatu hari raya kerajaan telah bersetuju untuk mengadakan hari pertandingan
sihir maka berduyun-duyunlah penduduk kota menuju ke tempat yang telah
ditentukan untuk menyaksikan perlumbaan kepandaian menyihir yang buat pertama
kalinya diadakan di kota Mesir. Juga sudah berada di tempat ahli-ahli sihhir
yang terpandai yang telah dikumpulkan dari seluruh wilayah kerajaan
masing-masing membawa tongkat, tali dan lain-lain alat sihirnya. Mereka cukup
bersemangat dan akan berusaha sepenuh kepandaian mereka untuk memenangi
pertandingan. Mereka telah memperolehi janji dari Fir'aun akan diberi hadiah
dan uang dalam jumlah yang besar bila berhasil mengalahkan Musa dengan
mematahkan daya sihirnya.
Setelah
segala sesuatu selesai disiapkan dan masing-masing pembesar negeri sudah
mengambil tempatnya mengelilingi raja Fir'aun yang telah duduk di atas kursi
singgahsananya maka dinyatakanlah pertandingan dimulai. Kemudian atas
persetujuan Musa dipersilakan para lawannya beraksi lebih dahulu mempertujukan
kepandaian sihirnya.
Segeralah ahli-ahli sihir Fir'aun menujukan aksinya melemparkan tongkat dan
tali-temali mereka ke tengah-tengah lapangan. Musa merasa takut ketika
terbayang kepadanya bahwa tongkat-tongkat dan tali-tali itu seakan-akan
ular-ular yang merayap cepat. Namun Allah tidak mebiarkan hamba utusan-Nya
berkecil hati menghadapi tipu-daya orang-orang kafir itu. Allah berfirman
kepada Musa disaat ia merasa cemas itu:
"Janganlah
engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau adalah yang lebih unggul dan
akan menang dalam pertandingan ini. Lemparkanlah yang ada ditanganmu
segera."
Para
ahli-ahli sihir yang pandai dalam bidangnya itu tercengang ketika melihat ular
besar yang menjelma dari tongkat Nabi Musa dan menelan ular-ular dan segala apa
yang terbayang sebagai hasil tipu sihir mereka. Mereka segera menyerah kalah
bertunduk dan bersujud {kepada Allah} dihadapan Musa seraya berkata:
"Itu bukanlah perbuatan sihir yang kami kenal yang
diilhamkan oleh syaitan tetapi sesuatu yang digerakkan oleh kekuatan ghaib yang
mengatakan kebenaran kata-kata Musa dan Harun maka tidak ada alasan bagi kami
untuk tidak mempercayai risalah mereka dn beriman kepada Tuhan mereka sesudah
apa yang kami lihat dan saksikan dengan mata kepala kami sendiri."
Fir'aun
raja yang congkak dan sombong yang menuntut persembahan dari rakyatnya sebagai
tuhan segera membelalakkan matanya tanda marah dan jengkel melihat ahli-ahli
sihirnya begitu cepat menyerah kalah kepada Musa bahkan menyatakan beriman
kepada Tuhannya dan kepada kenabiannya serta menjadi pengikut-pengikutnya.
Tindakan mereka itu dianggapnya sebagai pelanggaran terhadap kekuasaannya,
penentangan terhadap ketuhanannya dan merupakan suatu tamparan bagi kewibawaan
serta prestasinya. Ia berkata kepada mereka:
"Adakah kamu berani beriman kepada Musa dan menyerah kepada
keputusannya sebelum aku izinkan kepada kamu?" Bukankah ini suatu
persekongkolan daripada kamu terhadapku? Musa dapat mengalah kamu sebab ia
mungkin guru dan pembesar yang telah mengajarkan seni sihir kepadamu dan kamu
telah mengatur bersama-samanya tindakan yang kamu sandiwarakan di depanku hari
ini. Aku tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan khianatmu ini. Akanku potong
tangan-tangan dan kaki-kakimu serta akanku salibkan kamu semua pada pangkal
pohon kurma sebagai hukuman dan balasan bagi tindakan khianatmu ini."
Ancaman
Fir'aun itu disambut mereka dengan sikap dingin dan acuh tak acuh. Karena Allah
telah membuka mata hati mereka dengan cahaya iman sehingga tidak akan
terpengaruh dengan kata-kata kebathilan yang menyesatkan atau ancaman Fir'aun
yang menakutkan. Mereka sebagai-orang-orang yang ahli dalam ilmu dan seni sihir
dapat membedakan yang mana satu sihir dan yang mana bukan. Maka sekali mereka
diyakinkan dengan mukjizat Nabi Musa yang membuktikan kebenaran kenabiannya
tidaklah keyakinan itu akan dapat digoyahkan oleh ancaman apa pun. Berkata
mereka kepada Fir'aun menanggapi ancamannya:
"Kami telah mendapat bukti-bukti yang nyata dan kami tidak
akan mengabaikan kenyataan itu sekadar memenuhi kehendak dan keinginanmu. Kami
akan berjalan terus megikut jejak dan tuntutan Musa dan Harun sebagai pesuruh
oleh yang benar. Maka terserah kepadamu untuk memutuskan apa yang engkau hendak
putuskan terhadap diri kami. Keputusan kamu hanya berlaku di dunia ini sedang
kami mengharapkan pahala Allah di akhirat yang kekal dan abadi."
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah
"Asy-Syu'ara" ayat 32 hingga ayat 51 juz 19 sebagai berikut :~
"32~ Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu {menjadi
ular}.
33~ Dan ia menarik tangannya {dari dalam saku bajunya} maka tiba-tiba
tangan itu menjadi putih {bersinar} bagi orang-orang yang melihatnya.
34~ Fir'aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada di sekelilingnya:
"Sesungguhnya Musa itu benar-benar seorang ahli sihir yang pandai,
35~ ia hendak mengusir kamu dari negeri kamu sendiri dengan sihirnya maka
karena itu apakah yang kamu anjurkan?"
36~ Mereka menjawab: "Tundalah {urusan} dia dan saudaranya dan
kirimlah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan {ahli sihir},
37~ nescaya mereka akan mendatangkan semua ahli sihir yang pandai
kepadamu".
38~ Lalu dikumpulkanlah ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari
yang maklum,
39~ dan dikatakan kepada orang ramai: "Berkumpullah kamu sekalian,
40~ semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir, jika mereka adalah orang-orang
yang menang".
41~ Maka tatkala ahli-ahli sihir datang, mereka pun bertanya kepada
Fir'aun: "Apakah kami sungguh-sungguh mendapat upah yang besar jika kami
adalah orang-orang yang menang?"
42~ Fir'aun menjawab: "Ya, kalu demikian, sesungguhnya kamu sekalian
benar-benar akan menjadi orang yang didekatkan {kepadaku}".
43~ Berkatalah Musa kepada mereka: "Jatuhkalah apa yang kamu hendak
jatuhkan".
44~ Lalu mereka menjatuhkan tali-temali dan tongkat-tongkat mereka lalu
berkata: " Demi kekuasaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan benar-benar akan
menang".
45~ kemudian Musa menjatuhkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan
benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu.
46~ Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud {kepada Allah},
47~ mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam,
48~ yaitu Tuhan Musa dan Harun".
49~ Fir'aun berkata: "Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa
sebelumaku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang
mengajar sihir kepadamu, maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui
{akibat perbuatanmu}, sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan
bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya".
50~ Mereka berkata: "Tidak ada kemudharatan {kepada kami},
sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami,
51~ sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan mengampuni
kesalahan kami, karena kami adalah orang-orang yang pertama sekali
beriman."
{Asy-Syu'ara : 32 ~ 51 }
Fir'aun tetap keras kepala dan semakin bingung
Nabi
Musa yang telah mengalahkan ahli-ahli sihir dengan kedua mukjizatnya makin
meluas pengaruhnya, sedang Fir'aun dengan kekalahan ahli sihirnya merasa
kewibawaannya merosot dan kehormatannya menurun. ia khuatir jika gerakan Musa
tidak segera dipatahkan akan mengancam keselamatan kerajaannya serta kekekalan
mahkotanya. Para penasihat dan pembantu-pembantu terdekatnya tidak berusaha
menghilangkan rasa kecemasan dan kekhuatirannya, tetapi mereka sebaliknya makin
membakar dadanya dan makin menakutu-nakutinya. Mereka berkata kepadanya:
"Apakah engkau akan terus membiarkan Musa dan kaumnya
bergerak secara bebas dan meracuni rakyat dengan macam-macam kepercayaan dan
ajaran-ajaran yang menyimpang dari apa yang telah kita warisi dari nenek-moyang
kita? Tidakkah engkau sedar bahwa rakyat kita makin lama makin terpengaruh oleh
hasutan-hasutan Musa. hingga lama-kelamaan nescaya kita dan tuhan-tuhan kita
akan ditinggalkan oleh rakyat kita dan pada akhirnya akan hancur binasalah
negara dan kerajaanmu yang megah ini."
Fir'aun
menjawab: "Apa yang kamu huraikan
itu sudah menjadi perhatianku sejak dikalahkannya ahli-ahli sihir kita oleh
Musa. Dan memang kalau kita membiarkan Musa terus melebarkan sayapnya dan
meluaskan pengaruhnya di kalangan pengikut-pengikutnya yang makin lama makin
bertambah jumlahnya, pasti pada akhirnya akan merusakkan akan hidup masyarakat
negara kita serta membawa kehancuran dan kebinasaan bagi kerajaan kita yang
megah ini. karenanya aku telah merancang akan bertindak terhadap Bani Isra'il
dengan membunuh setiap orang lelaki dan hanya wanita saja akanku biarkan
hidup."
Rancangan
jahat fir'aun diterapkan oleh pegawai dan kaki tangan kerajaannya. Aneka ragam
gangguan dan macam-macam tindakan kejam ditimpakan atas Bani Isra'il yang
memang menurut anggapan masyarakat, mereka itu adalah rakyat kelas kambing
dalam kerajaan Fir'aun yang zalim itu. Dengan makin meningkatnya kezaliman dan
penindasan yang mereka terima dari alat-alat kerajaan Fir'aun, datanglah Bani
Isra'il kepada Nabi Musa, mengharapkan pertolongan dan perlindungannya. Nabi
Musa tidak dapat berbuat banyak pada masa itu bagi Bani Isra'il yang tertindas
dan teraniaya. Ia hanya menenteramkan hati mereka, bahwa akan tiba saatnya
kelak, di mana mereka akan dibebaskan oleh Allah dari segala penderitaan yang mereka
alami. Dianjurkan oleh Nabi Musa agar mereka bersabar dan bertawakkal seraya
memohon kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan dan perlindungan-Nya
karena Allah telah menjanjikan akan mewariskan bumi-Nya kepada hamba-hamba-Nya
yang soleh, sabar dan bertakwa!
Fir'aun
bertujuan melemahkan kedudukan Nabi Musa dengan tindakan kejamnya terhadap Bani
Isra'il yang merupakan kaumnya, bahkan tulang belakang Nabi Musa. Akan tetapi
gerak dakwah Nabi Musa tidak sedikit pun terhambat oleh tindakan Fir'aun itu.
Demikian pula tidak seorang pun daripada pengikut-pengikutnya yang terpengaruh
dengan tindakan Fir'aun itu. Sehingga tidak menjadi luntur iman dan keyakinan mereka
yang sudah bulat terhadap risalah Musa.
Karena
sasaran yang dituju dengan tindakan kekejaman yang tidak berperikamanusiaan itu
tidak tercapai dan tidak dapat menerima dakwah Nabi Musa dan para pengikutnya,
yang dilihatnya bahkan semakin bersemangat menyiarkan ajaran iman dan tauhid,
maka Fir'aun tidak mempunyai pilihan selain harus menyingkirkan orang yang
menjadi pengikutnya, yaitu dengan membunuh Nabi Musa.
Fir'aun
memanggil para penasihat dan pembesar-pembesar kerajaannya untuk bermesyuarat
dan merancang pembunuhan Musa. Di antara mereka yang di undang itu terdapat
seorang mukmin dari Keluarga Fir'aun yang merahasiakan imannya.
Di
tengah-tengah perdebatan dan perundingan yang berlangsung dalam pertemuan yang
diadakan oleh Fir'aun untuk membincangkan cara pembunuhan Nabi Musa itu,
bangkitlah berdiri mukmin itu mengucapkan pembelaannya terhadap Nabi Musa dan
nasihat serta tuntunan bagi mereka yang hadir. Ia berkata:
"Apakah kamu akan membunuh seseorang lelaki yang tidak
berdosa, hanya berkata bahwa Allah adalah Tuhannya? Padahal ia menyatakan iman
dan kepercayaannya itu kepada kamu bukan tanpa dalil dan hujjah. Ia telah
mempertunjukkan kepada kamu bukti-bukti yang nyata untuk menyakinkan kamu akan
kebenaran ajarannya. Jika andainya dia seorang pendusta, maka dia sendirilah
yang akan menanggung dosa akibat dustanya. Namun jika ia adalah benar dalam
kata-katanya, maka nescaya akan menimpa kepada kamu bencana azab yang telah
dijanjikan olehnya. Dan dalam keadaan yang demikian siapakah yang akan menolong
kamu dari azab Allah yang telah dijanjikan itu?"
Fir'aun
memotong pidato orang mukmin itu dengan berkata: "Rancanganku harus terlaksana dan Musa harus dibunuh. Aku tidak
mengemukan kepadamu melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak
menunjukkan kepadamu melainkan jalan yang benar, jalan yang akan menyelamatkan
kerajaan dan negara."
Berucap
orang mukmin dari keluarga Fir'aun itu melanjuntukan: "Sesungguhnya aku khuatir, jika kamu tetap berkeras kepala dan
enggan menempuh jalan yang benar yang dibawa oleh para nabi-nabi, bahwa kamu
akan ditimpa azab dan seksa yang membinasakan, sebagaimana telah dialami oleh
kaum Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud dan umat-umat yang datang sesudah mereka. Apa
yang telah dialami oleh kaum-kaum itu adalah akibat kecongkakan dan kesombongan
mereka karena Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap
hamba-hamba-Nya".
Mukmin
itu meneruskan nasihatnya: "Wahai
kaumku! Sesungguhnya aku khuatir kamu akan menerima seksa dan azab Tuhan di
hari kiamat kelak, di mana kamu akan berpaling kebelakang, tidak seorang pun
akan dapat menyelamatkan kamu itu dari seksa Allah. Hai kaum ikutilah
nasihatku, aku hanya ingin kebaikan bagimu dan mengajak kamu ke jalan yang
benar. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini hanya merupakan kesenangan
sementara, sedangkan kesenangan dan kebahagiaan yang kekal adalah di akhirat
kelak."
Orang
mukmin dari keluarga Fir'aun itu tidak dapat mengubah sikap Fir'aun dan
pengikut-pemgikutnya, walaupun ia telah berusaha dengan menggunakan kecekapan
berpidatonya dan susunan kata-katanya yang rapi, lengkap dengan contoh-contoh
dari sejarah umat-umat yang terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah karena
perbuatan dan pembangkangan mereka sendiri.
Fir'aun
dan pengikut-pengikutnya bahkan menganjurkan kepada orang mukmin itu, agar
meninggalkan sikapnya yang membela Musa dan menyetujui rancangan jahat mereka.
Ia dinasihat untuk melepaskan pendiriannya yang pro Musa dan mengabungkan diri
dalam barisan mereka menentang Musa dan segala ajarannya. Ia diancam dengan
dikenakan tindakan kekerasan bila ia tidak mahu mengubah sikap pro kepada Musa
secara suka rela.
Berkata
orang mukmin itu menanggapi anjuran Fir'aun: "Wahai kaumku, sangat aneh sekali sikap dan pendirianmu, aku
berseru kepada kamu untuk kebaikan dan keselamatanmu, kamu berseru kepadaku
untuk berkufur kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang aku tidak
ketahui, sedang aku berseru kepadamu untuk beriman kepada Allah, Tuhan YAng
Maha Esa, Maha Perkasa, lagi Maha Pengampun. Sudah pasti dan tidak dapat
diragukan lagi, bahwa apa yang kamu serukan kepadaku itu tidak akan menolongku
dari murka dan seksa Allah di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kamu
sekalian akan kembali kepada Allah yang akan memberi pahala syurga bagi
orang-orang yang soleh, bertakwa dan beriman, sedang orang-orang kafir yang
telah melampaui batas akan diberi ganjaran dengan api neraka. Hai kaumku
perhatikanlah nasihat dan peringatanku ini. Kamu akan menyedari kebenaran kata-kataku ini kelak bila sudah tidak berguna lagi
orang menyesal atau merasa susah karena perbuatan yang telah dilakukan. Aku
hanya menyerahkan urusan ku dan nasibku kepada Allah. Dialah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Melihat perbuatan dan kelakuan hamba-hamba-Nya."
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah
"Al-A'raaf" ayat 127 hingga ayat 129 juz 9 dan surah
"Al-Mukmin" ayat 28 hingga ayat 33 dan ayat 38 hingga ayat 45 juz 24
sebagai berikut :~
"127~ Berkata pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun {kepada Fir'aun}:
"Apakah kamu akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakkan di
negeri ini {Mesir} dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?" Fir'aun
menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup
perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh ke atas
mereka".
128~ Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah
dan bersabarlah sesungguhnya bumi {ini} kepunyaan Allah dipusakakannya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesusahan yang baik adalah
bagi orang-orang yang bertakwa".
129~ Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas {oleh Fir'aun} sebelum
kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang." Musa menjawab:
"Mudah-mudahan Allah membinasakan musuh-musuh kamu dan menjadikan kamu
khalifah di bumi{-Nya} maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu."
{ Al-A'raaf : 127 ~ 129 }
"28~ Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun
yang mneyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang
laki-laki karena dia menyatakan "Tuhanku ialah Allah" padahal dia
telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan
jika dia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung {dosa} dustanya itu dan
jika dia seorang yang benar, nescaya sebagian {bencana} yang diancamkannya
kepadamu akan menimpamu." Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang
yang melampaui batas lagi pendusta.
29~ Hai kaumku untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka
bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa
kita?" Fir'aun berkata: "Aku tidak mengemukakan kepadamu melainkan
apa yang aku pandang baik dan aku tidak menunjukkan kepadamu selain jalan yang
benar."
30~ Dan orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku
khuatir kamu akan ditimpa {bencana} seperti peristiwa {kehancuran} golongan
yang bersekutu,
31~ {yakni} seperti keadaan kaum Nuh, Aad, Tsamud dan orang-orang yang datang
sesudah mereka. Dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap
hamba-hamba-Nya.
32~ Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan seksaan hari
panggil-memanggil.
33~ {yaitu} hari {ketika} kamu {lari} berpaling kebelakang, tidak ada bagimu
seseorang pun yang menyelamatkan kamu dari {azab} Allah dan siapa yang
disesatkan Allah nescaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi
petunjuk."
{ Al-Mukmin : 28 ~ 33 }
"38~ Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku ikutilah aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang benar.
39~ Hai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan
{sementara} dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
40~ Barabg siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas
melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa yang mengerja amal
yang soleh baik laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman,
maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki didalamnya tanpa hisab.
41~ Hai kaumku! Bagaiman kamu ini, aku menyeru kamu kepada keselamatan
tetapi kamu menyeru aku ke neraka?
42~ {kenapa} kamu menyerukan supaya kufur kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidakku ketahui padahal aku menyeru kamu
{beriman} kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?"
43~ Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku {beriman} kepadanya
tidak dapat memperkenankan seruan apa pun, baik di dunia mahu pun di akhirat.
Dan sesungguhnya kembali kita adalah kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang
yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka.
44~ Kelak kamu akan ingat kepada apa yang aku katakan kepada kamu. Dan aku
menyerahkan urusan aku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya.
45~ Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka dan Fir'aun
berserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk."
{ Al-Mukmin : 38 ~ 45 }
Fir'aun menghina dan mengejek Musa
Selain
tindakan kekerasan yang ditimpakan ke atas Bani Isra'il kaumnya Nabi Musa,
Fir'aun melontarkan penghinaan dan kata-kata ejekan terhadap Nabi Musa dalam
usahanya memerangi dan membendung pengaruh Nabi Musa yang semakin beertambah
semenjak ia keluar sebagai pemenang dalam pertandingan melawan tukang-tukang
sihir kaum Fir'aun.
Berkata
Fir'aun kepada pembesar-pembesar kerajaannya: "Biarkanlah aku membunuh Musa dan biarlah ia memohon dari Tuhannya
untuk melindunginya. Aku ingin tahu sampai sejauh mana ia dapat melepaskan diri
dari kekuasaanku dan biarlah ia membuktikan kebenaran kata-kata, bahwa Tuhannya
akan melindunginya dari segala tipu daya musuh-musuhnya."
Dalam
lain kesempatan Fir'aun berkata kepada rakyatnya yang sudah diperhambakan
jiwanya, terbiasa memuja-mujanya, mengiakan kata-katanya dan mengaminkan segala
perintahnya:
"Hai rakyatku! Tidakkah kamu melihat bahwa aku memiliki
kerajaan Mesir yang megah dan besar ini di mana sungai-sungai mengalir dibawah
telapak kakiku, sungai-sungai yang memberi kemakmuran hidup dan kebahagiaan
hidup bagi rakyatku? Dan tidakkah kamu melihat kekuasaanku yang luas dan
ketaatan rakyatku yang bulat kepadaku? Bukankah aku lebih baik dan lebih agung
dari Musa yang hina-dina itu yang tidak cekap menguraikan isi hatinya dan
menerangkan maksud tujuannya. Megapa Tuhannya tidak memakaikan gelang emas,
sebagaimana lazimnya orang-orang yang diangkat menjadi raja, pemimpin atau
pembesar? Atau mengapa ia tidak diiringi oleh malaikat-malaikat sebagai tanda
kebesarannya dan bukti kebenarannya bahwa ia adalah pesuruh Tuhannya?"
Kelompok
orang yang mendengar kata-kata Fir'aun itu dengan serta-merta mengiyakan dan
membenarkan kata-kata rajanya serta menyatakan kepatuhan yang bulat kepada
segala titah dan perintahnya sebagai warga yang setia kepada rajanya, namun
zalim dan fasiq terhadap Tuhannya.
Dalam pada
itu kesabaran Nabi Musa sampai pada puncaknya, melihat Fir'aun dan
pembantu-pambantunya tetap berkeras kepala menentang dakwahnya, mendustakan
risalahnya dan makin memperhebatkan tindakan kejamnya terhadap kaum Bani
Isra'il terutama para pengikutnya yang menyembunyikan imannya karena ketakutan
daripada kejaran Fir'aun dan pembalasannya yang kejam dan tidak
berperikemanusiaan. Maka disampaikan oleh Nabi Musa kepada mereka bahwa Allah
tidak akan membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman, kezaliman dan
penindasan terhamba-hamba-Nya dan berkufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan
ditimpakan oleh Allah kepada mereka bila tetap tidak mahu sedar dan beriman
kepada-Nya, bermacam azab dan seksa di dunia semasa hidup mereka sebagai pembalasan
yang nyata!
Berdoalah
Nabi Musa, memohon kepada Allah: "Ya Tuhan kami, engkau telah memberi
kepada Fir'aun dan kaum kerabatnya kemewahan hidup, harta kekayaan yang
meluap-luap dan kenikmatan duniawi, yang kesemua itu mengakibatkan mereka
menyesatkan manusia, hamba-hamba-Mu, dari jalan yang Engkau redhai dan tuntunan
yang Engkau berikan. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta-benda mereka dan kunci
matilah hati mereka. Mereka tidak akan beriman dan kembali kepada jalan yang
benar sebelum melihat seksaan-Mu yang pedih."
Berkat
doa Nabi Musa dan permohonannya yang diperkenankan oleh Allah, maka
dilandakanlah kerajaan Fir'aun oleh krisis keuangan dan makanan, yang
disebabkan mengeringnya sungai Nil sehingga tidak dapat mengairi sawah-sawah
dan ladang-ladang disamping serangan hama yang ganas yang telah menghabiskan
padi dan gandum yang sudah menguning dan siap untuk diketam.
Belum lagi
krisis keuangan dan makanan teratasi datang menyusul bala banjir yang besar
disebabkan oleh hujan yang turun dengan derasnya, sehingga menghanyuntukan
rumah-rumah, gedung-gedung dan membinasakan binatang-binatang ternak. Dan
sebagai akibat dari banjir itu berjangkitlah bermacam-macam wabak dan penyakit
yang merisaukan masyarakat seperti hidung berdarah dan lain-lain. Kemudian datanglah
barisan kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam rumah-rumah
sehingga mengganggu ketenteraman hidup mereka, menghilangkan kenikmatan makan,
minum dan tidur, disebabkan menyusupnya binatang-binatang itu ke dalam
tempat-tempat tidur, hidangan makanan dan di antara sela-sela pakaian mereka.
Pada
waktu azab menimpa dan bencana-bencana itu sedang melanda berdatanglah mereka
kepada Nabi Musa minta pertolongannya demi kenabiannya, agar memohonkan kepada
Allah mengangkat bala itu dari atas mereka dengan perjanjian bahwa mereka akan
beriman dan menyerahkan Bani Isra'il kepada Nabi Musa sekirannya mereka dapat
ditolong dan terhindar dari azab bala itu.
Akan
tetapi begitu bala-bala itu tercabut dari atas mereka dan hilanglah gangguan
yang diakibatkan olehnya, mereka mengingkari janji mereka dan kembali bersikap
memusuhi dan menentang Nabi Musa, seolah-olah apa yang terjadi bukanlah karena
doa dan permohonan Musa kepada Allah tetapi karena hasil usaha mereka sendiri.
Bacalah tentang isi cerita di atas ayat 26 dari surah
"Al-Mukmin" ; ayat 51 hingga ayat 54 surah "Az-Zukhruf" ;
ayat 88 dan 89 surah "Yunus" dan ayat 130 hingga ayat 135 surah
"Al-A'raaf" sebagimana berikut :~
"Dan berkata Fir'aun {kepada pembesar-pembesarnya}
"Biarlah aku membunuh Musa, dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya,
karena sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agama atau menimbulkan
kerusakan di muka bumi." {
Al-Mukmin : 26 }
51~ "Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya {seraya} berkata: "Hai
kaumku! Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan {bukankah} sungai-sungai
ini mengalir dibawahku, maa apakah yang kamu tidak melihatnya?
52~ Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak
dapat menjelaskan {perkataannya}?
53~ Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang emas, atau malaikat datang
bersama-sama dia untuk mengiringkannya."
54~ Mak Fir'aun mempergaruhi kaumnya {dengan perkataan itu} lalu mereka
patuh kepadanya kerana sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang fasiq."
{ Az-Zukhruf : 51 ~ 54 }
"88~ Musa berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi
kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam
kehidupan dunia, Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan {manusia} dari
jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah
hati mereka maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat seksaan yang
pedih."
89~ Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu
berdua sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah
sesekali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui."
{ Yunus : 88 sehingga 89 }
"130~ Dan sesungguhnya Kami telah menghukum {Fir'aun dan} kaumnya dengan
mendatangkan musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya
mereka mengambil pengajaran
131~ Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran mereka berkata:
"Ini adalah kerana {usaha} kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan mereka
lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang berserta
dengannya. Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari
Allah, akan tetapi kebanyakkan mereka tidak mengetahui.
132~ Mereka berkata kepada Musa: Bagaiman kamu mendatangkan keterangan
kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka sesekali kami tidak
akan beriman kepadamu."
133.~ Maka Kami {Allah} kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak
dan darah sebagai bukti yang jelas tetapi mereka tetap menyombong diri dan mereka
adalah kaum yang berdosa.
134~ Dan ketika mereka ditimpa azab {yang telah diterangkan itu} mereka pun
berkata: " Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan
{perantaraan} kenabian yang diketahui oleh Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya
jika kamu dapat menghilangkan azab itu daripada kami pasti kami akan beriman
kepadamu dan akan kami biarkan Bani Isra'il pergi bersamamu."
135~ Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu
yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya."
{ Al-A'raaf : 130 ~ 135 }
Bani Isra'il keluar dari Mesir
Bani
Isra'il yang cukup menderita akibat tindasan Fir'aun dan kaumnya cukup
merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan di bawah pemerintahan Fir'aun
yang kejam dan bengis itu, pada akhirnya sedar bahwa Musalah yang benar-benar
dikirimkan oleh Allah untuk membebaskan mereka dari cengkaman Fir'aun dan
kaumnya. Maka berduyun-duyunlah mereka datang kepada Nabi Musa memohon
pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari Mesir.
Kemudian
bertolaklah rombongan kaum Bani Isra'il
di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan
Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki dengan cepat karena takut
tertangkap oleh Fir'aun dan bala tenteranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di
tepi lautan merah setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir
yang luas.
Rasa
cemas dan takut makin mencekam hati para pengikut Nabi Musa dan Bani Isra'il
ketika melihat laut terbentang di depan mereka sedang dari belakang mereka
dikejar oleh Fir'aun dan bala tenteranya yang akan berusaha mengembalikan
mereka ke Mesir. Mereka tidak meragukan lagi bahwa bila mereka tertangkap, maka
hukuman matilah yang akan mereka terima dari Fir'aun yang zalim itu.
Berkatalah
salah seorang dari sahabat Nabi Musa,
bernama Yusha' bin Nun: "Wahai Musa, ke mana kami harus
pergi?" Musuh berada di belakang kami sedang mengejar dan laut berada di
depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat
untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir'aun dan kaumnya?"
Nabi
Musa menjawab: "Janganlah kamu
khuatir dan cemas, perjalanan kami telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan
Dialah yang akan memberi jalan keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman
musuh yang zalim itu."
Pada
saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa berdebar-debar ketakutan,
seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan tenang saja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya
dengan perintah agar memukul air laut
dengan tongkatnya. Maka dengan izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti gunung yang
besar. Di antara kedua belahan air laut
itu terbentang dasar laut yang sudah mengering yang segera di bawah pimpinan
Nabi Musa dilewatilah oleh kaum Bani Isra'il menuju ke tepi timurnya.
Setelah
mereka sudah berada di bagian tepi timur dalam keadaan selamat terlihatlah oleh
mereka Fir'aun dan bala tenteranya menyusuri jalan yang sudah terbuka di antara
dua belah gunung air itu. Kembali rasa cemas dan takut mengganggu hati mereka
seraya memandang kepada Nabi Musa seolah-olah bertanya apa yang hendak dia
lakukan selanjutnya. Dalam pada itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar
bertenang menanti Fir'aun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut. Karena
takdir Allah tela mendahului bahwa mereka akan menjadi bala tentera yang
tenggelam.
Berkatalah
Fir'aun kepada kaumnya tatkala melihat jalan terbuka bagi mereka di antara dua
belah gunung air itu: "Lihat
bagaimana lautan terbelah menjadi dua, memberi jalan kepada kami untuk mengejar
orang-orang yang melarikan diri itu. Mereka mengira bahwa mereka akan dapat
melepaskan dari kejaran dan hukumanku. Mereka tidak mengetahui bahwa perintahku
berlaku dan ditaati oleh laut, jangan lagi oleh manusia. Tidakkah ini semuanya
membuktikan bahwa aku adalah yang berkuasa yang harus disembah olehmu?"
Maka
dengan rasa bangga dan sikap sombongnya turunlah Fir'aun dan bala tenteranya ke
dasar laut yang sudah mengering itu melakukan gerak-cepatnya untuk menyusul
Musa dan Bani Isra'il yang sudah berada di tepi bagian timur sambil menanti
hukuman Allah yang telah ditakdirkan terhamba-hamba-Nya yang kafir itu.
Demikianlah maka setelah Fir'aun dan bala tenteranya berada di
tengah-tengah lautan yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya, tibalah
perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur jalan yang
terbuka di mana Fir'aun dengan sombongnya sedang memimpin barisan tenteranya
mengejar Musa dan Bani Isra'il. Terpendamlah mereka hidup-hidup di dalam perut
laut dan berakhirlah riwayat hidup Fir'aun dan kaumnya untuk menjadi kenangan
sejarah dan ibrah bagi generasi- akan datang.
Pada
detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan diri dari maut
yang sudah berada di depan matanya, berkatalah Fir'aun: "Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani
Isra'il. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai
salah seorang muslim."
Berfirmanlah
Allah kepada Fir'aun yang sedang menghadapi sakaratul-maut: "Baru
sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku?
Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dapat menyelamatkan engkau dari maut? Baru
sekarangkah engkau sedar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat,
melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku dan
berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada
di bawah kekuasaanmu. Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi
pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh
kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan
kekuasaan-Ku."
Bani
Isra'il pengikut-pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Fir'aun. Mereka
masih terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh Fir'aun semasa ia
berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia luar biasa lain daripada yang
lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan dan tidak akan mati. Khayalan
yang masih melekat pada fikiran mereka menjadikan mereka tidak mahu percaya
bahwa dengan tenggelamnya, Fir'aun sudah mati. Mereka menyatakan kepada Musa
bahwa Fir'aun mungkin masih hidup namun di alam lain.
Nabi
Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang terfikir oleh mereka tentang
Fir'aun adalah suatu khayalan belaka dan bahwa Fir'aun sebagai orang biasa
telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah atas perbuatannya, menentang
kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa dan menindaskan serta memperhambakan Bani
Isra'il. Dan setelah melihat dengan mata kepala sendiri, tubuh-tubuh Firaun dan
orang-orangnya terapung-apung di permukaan air, hilanglah segala tahayul mereka
tentang Fir'aun dan kesaktiannya.
Menurut
catatan sejarah, bahwa mayat Fir'aun yang terdampar di pantai diketemukan oleh
orang-orang Mesir, lalu diawet hingga utuh sampai sekarang, sebagai mana dapat
dilihat di muzium Mesir.
Tentang isi cerita yang terurai di atas dapat di baca dalam
surah "Thaha" ayat 77 hingga 79; surah "Asy-Syua'ra" ayat
60 hingga 68; surah "Yunus" ayat 90 hingga 92 sebagaimana berikut :~
"77~ Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu
dengan hamba-hamba-Ku {Bani Isra'il} di malam hari, maka buatklah untuk mereka
jalan yang kering di laut itu, kamu tidak usah khuatir akan tersusul dan tidak
usah takut {akan tenggelam}."
78~ Maka Fir'aun dengan bala tenteranya mengejar mereka, lalu mereka
ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka.
79~ Dan Fir'aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi
peetunjuk."
{ Thaha : 77 ~ 79 }
"60~ Maka Fir'aun dan bala tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu
matahari terbit.
61~ Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah
pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul;
sesungguhnya Tuhanku bersertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.
63~ Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan
tongkatmu." Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan itu adalah
seperti golongan yang lain.
65~ Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang bersertanya semuanya.
66~ Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu.
67~ Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda
yang besar {mukjizat} dan kebanyakkan mereka tidak beriman.
68~ Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Mulia Perkasa lai Maha
Penyayang."
{ Asy-Syu'ara : 60 ~ 68 }
"90~ Dan Kami memungkinkan Bani Isra'il melintasi lau, lalu mereka diikiti
oleh Fir'aun dan bala tenteranya, karena hendak menganiaya dan menindas
{mereka} hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:
"Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh
Bani Isra'il dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri {kepada
Allah}."
91~ Apakah sekarang {baru kamu percaya} padahal sesungguhnya kamu telah
durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakkan.
92~ Maka pada hari ini Kami akan selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pengajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakkan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami."
{ Yunus : 90 ~ 92 }
Nabi Musa A.S. dan Bani Isra'il setelah keluar dari Mesir
Dalam
perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di bagian utara dari Laut
Merah dan setelah mereka merasa aman dari kejaran Fir'aun dan kaumnya. Bani
Isra'il yang dipimpin oleh Nabi Musa itu melihat sekelompok orang-orang yang
sedang menyembah berhala dengan tekunnya. Berkatalah mereka kepada Nabi Musa:
"Wahai Musa, buatlah untuk kamu sebuah tuhan berhala
sebagaimana mereka mempunyai berhala-berhala yang disembah sebagai tuhan."
Musa
menjawab: "Sesungguhnya kamu ini
adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sihat. Persembahan mereka
itu kepada berhala adalah perbuatan yang sesat dan bathil serta pasti akan
dihancurkan oleh Allah. Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu selain Allah yang
telah memberikan karunia kepada kamu, dengan menyelamatkan kamu dari Fir'aun,
melepaskan kamu dari perhambaannya dan penindasannya serta memberikan kamu
kelebihan di atas umat-umat yang lain. Sesungguhnya suatu permintaan yang aneh daripada
kamu, bahwa kamu akan mencari tuhan selain Allah yang demikian besar nikmatnya
atas kamu, Allah pencipta langit dan bumi serta alam semesta. Allah yang baru
saja kamu saksikan kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir'aun berserta bala
tenteranya untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu."
Perjalanan Nabi Musa dan Bani Isra'il dilanjuntukan ke Gurun
Sinai di mana panas matahari sangat teriknya dan
sunyi dari pohon-pohon atau bangunan di mana orang dapat berteduh di bawahnya.
Atas permohonan Nabi Musa yang didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan
diturunkan oleh Allah di atas mereka awan yang tebal untuk mereka bernaung dan
berteduh di bawahnya dari panas teriknya matahari. Di samping itu tatkala
bekalan makanan dan minuman mereka sudah berkurangan dan tidak mencukupi
keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan "manna" - sejenis
makanan yang manis sebagai madu dan "salwa"
- burung sebangsa puyuh dengan
diiringi firman-Nya: "Makanlah Kami dari makanan-makanan
yang baik yang Kami telah turunkan bagimu."
Demikian
pula tatkala pengikut-pengikut Nabi Musa mengeluh kehabisan air untuk minum dan
mandi di tempat yang tandus dan kering itu, Allah mewahyukan kepada Musa agar
memukul batu dengan tongkatnya. Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua
belas mata air, untuk dua belas suku bangsa Isra'il yang mengikuti Nabi Musa,
masing-masing suku mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil
keperluan airnya.
Bani
Isra'il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas
apa yang telah Allah berikan kepada mereka yang telah menyelamatkan mereka dari
perhambaan dan penindasan Fir'aun, memberikan mereka hidangan makanan dan
minuman yang lazat dan segar di tempat yang kering dan tandus mereka menuntut
lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang
putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam
makanan.
Terhadap
tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa: "Mahukah kamu memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya
sebagai pengganti dari apa yang lebih baik yang telah Allah karuniakan kepada
kamu? Pergilah kamu ke suatu kota di mana pasti kamu akan dapat apa yang telah
kamu inginkan dan kamu minta."
Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam
surah "Al-A'raaf ayat 138 hingga 140 dan 160 ; serta surah
"Al-Baqarah" ayat 61 yang berbunyi sebagai berikut :~
"138~ Dan Kami seberangkan Bani Isra'il ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka {Bani
Isra'il} berkata: "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan {berhala}
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan {berhala}". Musa menjawab:
"Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui {sifat-sifat
Tuhan}".
139~ Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan
akan batal yang selalu mereka kerjakan. 140~ Musa berkata: "Patuntukah aku
mencari tuhan untuk kamu yang selain dari Allah, padahal Dialah yang telah
melebihkan kamu atas segala umat".
{ Al-A'raaf : 138 ~ 140 }
"160~ Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya
berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air
kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Maka memancarlah daripadanya
dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum
masing-masing. Dan Kami naungkan Awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada
mereka manna dan salwa. {Kami berfirman}: "Makanlah baik-baik dari apa
yang Kami telah rezekikan kepadamu." Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi
merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri." { Al-A'raaf : 160 }
"61~ Dan ingatlah ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak boleh
sabar {tahan} dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami
kepada Tuhanmu, Agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan
bawah merahnya." Musa berkata: "Mahukah kamu mengambil sesuatu yang
rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti
kamu memperolehi apa yang kamu minta." { Al-Baqarah : 61 }
Musa bermunajat dengan Allah
Menurut
riwayat sementara ahli tafsir, bahwasanya tatkala Nabi Musa berada di Mesir, ia
telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah kitab suci yang dapat
digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi bimbingan dan sebagai
tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan bermuamalah dengan sesama manusia
dan bagaimana mereka harus melakukan persembahan dan ibadah mereka kepada
Allah. Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang
halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah di samping
perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya
Tuhan.
Maka
setelah perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah tenggelam binasa
di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya sebuah kitab suci
untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada kaumnya. Lalu Allah
memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa
selama tiga puluh hari penuh, iaitu semasa bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia
akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah
berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada
Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan
Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya. Maka ia
menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau
mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah.
Berkatalah malaikat itu kepadanya: "Hai Musa, mengapakah engkau harus
menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu
kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami
adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu
itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga
menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."
Nabi
Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya untuk
menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai wakilnya
mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat
bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?"
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?"
Ia
menjawab: "Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku
cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu."
Berkatalah
Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhamku, nampakkanlah zat-Mu
kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah
berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah lihat bukit
itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka
nescaya engkau akan dapat melihat-Ku."
Lalu
menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan
itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi
tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh
tubuhnya dan jatuh pengsan.
Setelah
ia sedar kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon
ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata: "Maha Besarlah Engkau wahai
Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang yang
pertama beriman kepada-Mu."
Dalam
kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan
kepada Nabi Musa kitab suci "Taurat" berupa
kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang
di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai
pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai oleh Allah.
Allah
mengiring pemberian "Taurat"
kepada Musa dengan firman-Nya: "Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah
memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa
risalah-Ku dan menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan
kepadamu keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka
bersyukurlah atas segala karunia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa
yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun
tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke
jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah
kaummu Bani Isra'il agar mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin
Aku tempatkan mereka di tempat-tempat orang-orang yang fasiq."
Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha"
ayat 83 dan 84 dan surah "Al-a'raaf" ayat 142 hingga ayat 145
sebagaimana berikut :~
"83~ Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?"
84~ Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku
bersegera kepadamu ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku." { Thaha : 83 ~ 84 }
"142~ Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah berlalu
waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh
{malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh
malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun: "Gantilah aku
dalam {memimpin} kaumku dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan
orang-orang yang membuat kerusakkan".
143~ Dan tatkala Musa datang untuk {munajat} dengan {Kami} pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman {langsung} kepadanya, berkatalah
Musa: "Ya Tuhanku nampakkanlah {Zat Engkau} kepadaku agar aku dapat
melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sesekali tidak sanggup
melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
{sebagai sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya
nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan
Musa pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata:
"Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama
beriman."
144~ Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih kamu lebih
dari manusia yang lain {di masamu} untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara
langsung dengan-Ku sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan
kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur."
145~ Dan Kami telah tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala sesuatu
sebagai pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami berfirman: "Berpeganglah
kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada
{perintah-perintahnya} yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan
kepadamu negeri orang-orang yang fasiq."
{ Al-A'raaf: 142 ~ 145 }
Bani Isra'il kembali menyembah patung anak
lembu
Nabi
Musa berjanji kepada Bani Isra'il yang ditinggalkan di bawah pimpinan Nabi
Harun bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka lebih lama dari tiga puluh hari,
dalam perjalananya ke Thur Sina untuk bermunajat dengan Tuhan. Akan tetapi
berhubung dengan adanya perintah Allah kepada Musa untuk melengkapi jumlah hari
puasanya menjadi empat puluh hari, maka janjinya itu tidak dapat ditepati dan
kedatangannya kembali ke tengah-tengah mereka tertunda menjadi sepuluh hari
lebih lama daripada yang telah dijanjikan.
Bani
Isra'il merasa kecewa dan menyesalkan kelambatan kedatangan Nabi Musa kembali
ke tengah-tengah mereka. Mereka menggerutu dan mengomel dengan melontarkan
kata-kata kepada Nabi Musa seolah-olah ia telah meninggalkan mereka dalam
kegelapan dan dalam keadaan yang tidak menentu. Mereka merasa seakan-akan telah
kehilangan pimpinan yang biasanya memberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk
kepada mereka.
Keadaan
yang tidak puas dan bingung yang sedang meliputi kelompok Bani Isra'il itu, digunakan
oleh seorang munafiq, bernama Samiri yang telah berhasil menyusup ke
tengah-tengah mereka, sebagai kesempatan yang baik untuk menyebarkan benih
syiriknya dan merusakkan akidah para pengikut Nabi Musa yang baru saja menerima
ajaran tauhid dan iman kepada Allah. Samiri
yang munafiq itu menghasut mereka dengan kata-kata bahwa Musa telah
tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi mereka dan bahwa dia tidak dapat
diharapkan kembali dan karena itu dianjurkan
oleh Samiri agar mereka mencari tuhan lain sebagai ganti dari Tuhan Musa.
Samiri melihat bahwa hasutan itu
dapat menggoyahkan iman dan akidah pengikut-pengikut Musa yang memang belum
meresapi benar ajaran tauhidnya segera
membuat patung bagi mereka untuk disembah sebagai tuhan pengganti Tuhannya
Nabi Musa. Patung itu berbentuk anak
lembu yang dibuatnya dari emas yang dikumpulkan dari perhiasan-perhiasan
para wanita. Dengan kepandaian tektiknya patung itu dibuat begitu rupa sehingga
dapat mengeluarkan suara menguap seakan-akan anak lembu sejati yang hidup. Maka
diterimalah anak patung lembu itu oleh Bani Isra'il pengikut Nabi Musa yang
masih lemah iman dan akidahnya itu sebagai tuhan persembahan mereka.
Ditegurlah
mereka oleh Nabi Harun yang berkata: "Alangkah bodohnya kamu ini! Tidakkah
kamu melihat anak lembu yang kamu sembah ini tidak dapat bercakap-cakap dengan
kamu dan tidak pula dapat menuntun kamu ke jalan yang benar. Kamu telah
menganiaya diri kamu sendiri dengan menyembah pada sesuatu selain Allah."
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan hasutan Samiri itu dengan kata-kata: "Kami akan tetap berpegang pada anak lembu ini sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke tengah-tengah kami."
Nabi
Harun tidak dapat berbuat banyak menghadapi kaumnya yang telah berbalik menjadi
murtad itu, karena ia khuatir kalau mereka dihadapi dengan sikap yang keras,
akan terjadi perpecahan di antara mereka dan akan menjadi keadaan yang lebih
rumit dan gawat sehingga dapat menyulitkan baginya dan bagi Nabi Musa kelak
bila ia datang untuk mencarikan jalan keluar dari krisis iman yang melanda
kaumnya itu. Ia hanya memberi peringatan dan nasihat kepada mereka sambil
menanti kedatangan Musa kembali dari Thur Sina.
Dalam
pada itu, Nabi Musa setelah selesai bermunajat dengan Tuhan dan dalam
perjalanannya kembali ke tempat di mana kaumnya sedang menunggu memperolehi
isyarat tentang apa yang telah terjadi dan dialami oleh Nabi Harun selama
ketiadaannya. Nabi Musa sangat marah dan sedih hati tatkala ia tiba di tempat
dan melihat kaumnya sedang berpesta mengelilingi anak patung lembu emas,
menyembahnya dan memuji-mujinya. Dan karena sangat marah dan sedihnya ia tidak
dapat menguasai dirinya, kepingan-kepingan Taurat dilemparkan berantakan. Harun
saudaranya dipegang rambut kepalanya ditarik kepadanya seraya berkata menegur:
"Apa yang engkau buat tatkala engkau melihat mereka
tersesat dan terkena oleh hasutan dan fitnahan Samiri? Tidakkah engkau mematuhi
perintahku dan pesanku ketika aku menyerahkan mereka kepadamu untuk engkau
pimpin? Tidakkah engkau berdaya melawan hasutan Samiri dengan memberi petunjuk
dan penerangan kepada mereka dan mengapa engkau tidak cepat memadamkan api
kemurtadan ini sebelum menjadi besar begini?"
Harun
berkata menanggapi teguran Musa: "Hai
anak ibuku, janganlah engkau memegang jangut dan rambut kepalaku,
menarik-narikku. Aku telah berusaha memberi nasihat dan teguran kepada mereka,
namun mereka tidak mengindahkan kata-kataku. Mereka menganggapkan aku lemah dan
mengancam akan membunuhku. Aku khawatir jika aku menggunakan sikap dan tindakan
yang keras, akan terjadi perpecahan dan permusuhan di antara sesama kita, hal
mana akan menjadikan engkau lebih marah dan sedih. Lepaskanlah aku dan
janganlah membuatkan musuh-musuhku bergembira melihat perlakuanmu terhadap
diriku. Janganlah disamakan aku dengan orang-orang yang zalim."
Setelah
mereda rasa jengkel dan sedihnya dan memperoleh kembali ketenangannya,
berkatalah Nabi Musa kepada Samiri, orang munafiq yang menjadi biang keladi
dari kekacauan dan kesesatan itu: "Hai
Samiri, apakah yang mendorongmu menghasut dan menyesatkan kaumku, sehingga
mereka kembali menjadi murtad, menyembah patung yang engkau buatkan dari emas
itu?"
Samiri
menjawab: "Aku telah melihat sesuatu
yang mereka tidak melihatnya. Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. aku
mengambil segenggam tanah bekas jejak telapak kakinya itu, lalu aku
lemparkannya ke dalam emas yang mencair di atas api dan terjadilah patung anak
lembu yang dapat menguak, mengeluarkan suara sebagaimana anak lembu biasa. Demikianlah
hawa nafsuku membujukku untuk berbuat itu."
Berkata
Nabi Musa kepada Samiri: "Pergilah
engkau dan jauhilah pergaulan manusia sebab karena perbuatan kamu itu engkau
harus dipencilkan dan menjadi tabu {sesuatu yang terlarang} jika disentuh atau
menyentuh seseorang ia akan menderita sakit demam panas. Ini adalah ganjaranmu
di dunia, sedang di akhirat nerakalah akan menjadi tempatmu. Dan tuhanmu yang
engkau buat dan sembah ini kami akan bakar dan campakkannya ke dalam
laut."
Kemudian
berpalinglah Nabi Musa kepada kaumnya berkata: "Hai kaumku, alangkah buruknya perbuatan yang kamu telah kerjakan
setelah kepergianku! Apakah engkau hendak mendahului janji Tuhanmu? Bukankah
Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu janji yang baik, berupa kitab suci? Ataukah
engkau menghendaki kemurkaan Tuhan menimpa atas dirimu, karena perbuatanmu yang
buruk itu dan perlanggaranmu terhadap perintah-perintah dan
ajaran-ajaranku."
Kaum
Musa menjawab: "Kami tidak sesekali
melanggar perjanjianmu dengan kemahuan kami sendiri, akan tetapi kami disuruh
membawa beban-beban perhiasan yang berat kepunyaan orang Mesir yang atas
anjuran Samiri kami lemparkan ke dalam api yang sedang menyala. Kemudian
perhiasan-perhiasan yang kami lemparkan itu menjelma menjadi patung anak lembu
yang bersuara, sehingga dapat menyilaukan mata kepala kami dan menggoyahkan
iman yang sudah tertanam di dalam dada kami."
Berkata
Musa kepada mereka: "Sesungguhnya
kamu telah berbuat dosa besar dan menyia-nyiakan dirimu sendiri dengan
menjadikan patung anak lembu itu sebagai persembahanmu, maka bertaubatlah kamu
kepada Tuhan, Penciptamu dan Pencipta alam semesta dan mohonlah ampun daripadanya
agar Dia menunjukkan kembali kepada jalan yang benar."
Akhirnya
kaum Musa itu sedar atas kesalahannya dan mengakui bahwa mereka telah
disesatkan oleh syaitan dan memohon ampun dan rahmat Allah agar selanjutnya
melindungi mereka dari godaan syaitan dan iblis yang akan merugikan mereka di
dunia dan akhirat. Demikian pula Nabi Musa beristighfar memohon ampun baginya
dan bagi Harun saudaranya setalah ternyata bahwa ia tidak melalaikan tugasnya
sebagai wakil Musa dalam menghadapi krisis iman yang dialami oleh kaumnya. Berdoa
Musa kepada Tuhannya:
"Ya
Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami berdua ke dalam
lingkaran rahmat-Mu sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
Setelah
suasana yang meliputi hubungan Musa dengan Harun di satu pihak dan hubungan
mereka berdua dengan kaumnya di lain pihak menjadi tenang kembali,
kepingan-kepingan Taurat yang bertaburan sudah dihimpun dan disusun sebagaimana
asalnya, maka Allah memerintahkan kepada Musa agar membawa sekelompok dari
kaumnya menghadap untuk meminta ampun atas dosa mereka menyembah patung anak
lembu.
Tujuh
puluh orang dipilih oleh Nabi Musa di antara kaumnya untuk diajak pergi bersama
ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun atas dosa kaumnya. Mereka
diperintahkan untuk keperluan itu agar berpuasa, mensucikan diri, pakaian
mereka dan pada waktu yang telah ditentukan berangkatlah Nabi Musa bersama
tujuh puluh orang itu menuju ke bukit Thur Sina.
Setiba
mereka di Thur Sina turunlah awan yang tebal meliputi seluruh bukit, kemudian
masuklah Nabi Musa diikuti para pengikutnya ke dalam awan gelap itu dan segera
mereka bersujud. Dan sementara bersujud terdengarlah oleh kelompok tujuh puluh
itu percakapan Nabi Musa dengan Tuhannya. Pada saat itu timbullah dalam hati
mereka keinginan untuk melihat Zat Allah dengan mata kepala mereka setelah
mendengar percakapan-Nya dengan telinga. Maka setelah selesai Nabi Musa
bercakap-cakap dengan Allah berkatalah mereka kepadanya:
"Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat
Allah dengan terang."
Dan
sebagai jawapan atas keinginan mereka yang menunjukkan keingkaran dan
ketakaburan itu, Allah seketika itu juga mengirimkan halilintar yang menyambar
dan merenggut nyawa mereka sekaligus.
Nabi
Musa merasa sedih melihat nasib fatal yang menimpa kelompok tujuh puluh orang
yang merupakan orang-orang yang terbaik di antara kaumnya. Ia berseru memohon
kepada Allah agar diampuni dosa mereka seraya berkata:
"Wahai Tuhanku, aku telah pergi ke Thur Sina dengan tujuh
puluh orang yang terbaik di antara kaumku kemudian aku akan kembali seorang
diri, pasti kaumku tidak akan mempercayaiku. Ampunilah dosa mereka, wahai
Tuhanku dan kembalilah kepada mereka nikmat hidup yang Engkau telah cabut
sebagai pembalasan atas keinginan dan permintaan mereka yang durhaka itu."
Alah
memperkenankan doa Musa dan permohonannya dengan dihidupkan kembali kelompok
tujuh puluh orang itu, maka bangunlah mereka seakan-akan orang yang baru sedar
dari pengsannya. Kemudian pada kesempatan itu Nabi Musa mengambil janji dari
mereka bahwa mereka akan berpegangan teguh kepada kitab Taurat sebagai pedoman
hidup mereka melaksanakan perinta-perintahnya dan menjauhi segala apa yang
dilarangnya.
Pokok cerita yang dihuraikan di atas, dikisahkan oleh Al-Quran
dalam banyak tempat, di antaranya surah "Thaha" ayat 85 hingga 98,
surah "Al-A'raaf ayat 149, 151, 154, 155 dan surah "Al-Baqarah"
ayat 55, 56, 63 dan 64 sebagai berikut :~
"85~ Allah berfirman: "Maka sesungguuhnya Kami telah menguji kaummu
sesudah kamu tinggalkan dan mereka telah disesatkan oleh Samiri."
86~ Kemudian Musa kembali kepada kaumnya, bukankah Tuhanmu telah
menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang
berlalu itu bagimu atau kamu melanggar perjanjian dengan aku?"
87~ Mereka berkata: "Kami sesekali tidak melanggar perjanjian kamu
dengan kemahuan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari
perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri
melemparkannya."
88~ Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka anak lembu yang bertubuh dan
bersuara, maka mereka berkata: "Inilah tuhanmu dan tuhan Musa tetapi Musa
telah lupa."
89~ Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahawapatung anak lembu itu
tidak dapat memberi jawapan kepada mereka dan tidak dapat memberi kemudharatan
kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan?
90~ Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: "
Hai kaumku, sesungguhnya kamu itu hanya diberi cubaan dengan anak lembu itu dan
sesungguhnya Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Pemurah maka ikutilah aku dan
taatilah perintahku."
91~ Mereka menjawab: "Kami akan tetap menyambah patung anak
lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami."
92~ Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika
kamu melihat telah tersesat,
93~ {sehingga} kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah
sengaja mendurhakai perintahku?"
94~ Harun menjawab: "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang
janguntuku dan jangan pula kepalaku; sesungguhnya aku khuatir bahawa kamu akan
berkata {kepadaku}: " Kamu telah memecah antara Bani Isra'il dan kamu
tidak memelihara amanatku."
95~ Berkatalah Musa: "Apakah yang mendorongmu {berbuat
demikian} hai Samiri?"
96~ Samiri menjawab: "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak
mengetahuinya maka aku ambil segenggam aari jejak rasul, lalu aku
melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku."
97~ berkata Musa: "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagi kamu
di dalam kehidupan di dunia ini hanya dapat menyatakan : Janganlah menyantuh
{aku}." Dan sesungguuhnya bagimu hukuman {di akhirat} yang kami sesekali
tidak dapat menghindarinya dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya kemudian kami sesungguhnya
akan menghamburkannya ke dalam laut {berupa abu yang berserakan}
98~ Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah yang tidak ada Tuhan selain
Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu."
{ Thaha : 85 ~ 98 }
"149~ Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatanya dari mengetahui
bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata: "Sesungguhnya jika Tuhan
kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami pastilah kami
menjadi orang-orang yang rugi."
{ Al-A'raaf : 149 }
"151~ Musa berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku dan
masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau dan Engkau adalah Maha Penyayang di
antara para Penyayang." { Al-A'raaf : 151 }
"154~ Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya kembali
luh-luh {Taurat} itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmatbuntuk
orang-orang yang takut kepada Tuhannya.
155~ Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk
{memohonkan taubat kepada Kami} pada waktu yang telah Kami tentukan. Mak ketika
mereka digoncang genpa bumi Musa berkata: "Ya Tuhanku! kalau Engkau
kehendaki tentulah Engkau telah membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah
Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang krg akal di
antara kami? Itu hanyalah cubaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cubaan itu
siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau
kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami maka ampunilah kami dan berikanlah
kepada kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun sebaik-baiknya."
{ Al-A'raaf : 154 ~ 155 }
"55~ Dan {ingatlah} ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak
akan beriman kepadamu, sebelum kami melihat Allah dengan terang karena itu kamu
disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya"
56~ Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu
bersyukur."
{ Al-Baqarah : 55 ~ 56 }
"63~ Dan {ingatlah} ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kmai
angkatkan gunung { Thur Sina } di atas {seraya Kami berfirman} :
"Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu
apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa. Kemudian kamu berpaling setelah
{adanya perjanjian} itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya
atasmu, nescaya kamu tergolong orang yang rugi."
Al-Baqarah : 63 ~ 64 }
Bani Isra'il mengembara tidak berketentuan tempat tinggalnya
Tidak
kurang-kurang karuniaan Allah yang diberikan kepada kaum Bani Isra'il. Mereka
telah dibebaskan dari kekuasaan Fir'aun yang kejam yang telah menindas dan
memperhambakan mereka berabad-abad lamanya. Telah diperlihatkan kepada mereka
bagaimana Allah telah membinasakan Fir'aun, musuh mereka tenggelam di laut.
Kemudian tatkala mereka berada di tengah-tengah padang pasir yang kering dan
tandus, Allah telah memancarkan air dari
sebuah batu dan menurunkan hidangan makanan "Manna dan Salwa" bagi keperluan mereka.
Di
samping itu Allah mengutuskan beberapa orang rasul dan nabi dari kalangan
mererka sendiri untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada mereka. Akan tetapi
karunia dan nikmat Allah yang susul-menyusul yang diberikan kepada mereka,
tidaklah mengubah sifat-sifat mereka yang tidak mengenal syukur, berkeras
kepala dan selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada
rasul-Nya.
Demikianlah
tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya
pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi
Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan
enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka
harus menghadapi suku "Kana'aan"
yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang
tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan aduan kekuatan. Mereka tidak
mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan
dapat mengusir suku Kan'aan dari kota
Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.
Berkata
mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengejutnya kepada Musa: "Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku
Kan'aan itu keluar. Kami tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan
fizikal kerana mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa.
Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku
Kan'aan itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil
perjuanganmu."
Naik
pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau
berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman tetapi ingin
memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah
mengalaminya dan banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata
mengejek mereka yang menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih
kufur dan syirik kepada Allah.
Dalam
keadaan marah setelah mengetahui bahwa tiada seorang daripada kaumnya yang akan
mendampinginya melaksanakan perintah Allah itu, berdoalah Nabi Musa kepada
Allah:
"Ya
Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka
pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang mengingkari nikmat dan karunia-Mu."
Sebagaimana hukuman bagi Bani Isra'il yang telah menolak
perintah Allah memasuki Palestin, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka
selama empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran di
atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap. Mereka hidup dalam
kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan datang menyusul generasi baru
yang akan mewarisi negeri yang suci itu sebagaimana yang telah disanggupkan
oleh Allah kepada Nabi Ibrahim a.s.
Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam
surah "Al-Maidah ayat 20 hingga ayat 26 sebagaimana berikut :
"20~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai
kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang merdeka dan diberi-Nya kepada mu
apa yang belum pernah diberi-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang
lain."
21~ Hai kaumku, masuklah ke tanah suci {Palestin} yang telah
ditentukan oleh Allah bagimu dan janganlah kamu lari kebelakang {karena takut
kepada musuh} maka kamu akan menjadi orang-orang yang rugi.
22~ Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa sesungguhnya kami tidak sesekali akan
memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya,
pasti kami akan memasukinya"
23~ Berkatalah dua orang di antara orrg-orang yang takut {kepada
Allah} yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: " Serbulah mereka
melalui pintu gerbang {kota} itu, maka bila kamu memasukinya nescaya kamu akan
menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu
orang-orang yang beriman."
24~ Mereka berkata: "Hai Musa, kami sesekali tidak akan
memasuki selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya karena itu pergilah kamu
bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk
menanti disini saja."
25~ Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali
diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan
orang-orang yang fasiq itu."
26~ Allah berfirman : {Jika demikian} maka sesungguhnya negeri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun {selama itu} mereka akan
berpusing-pusing kebingungan di bumi itu. Maka janagnlah kamu bersedih hati
{memikirkan nasib} orang-orang yang fasiq itu."
{ Al-Maidah : 20 ~ 26 }
Kisah sapi Bani Isra'il
Salah
satu dari beberapa mukjizat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa
ialah penyembelihan sapi yang
terkenal dengan sebutan sapi Bani
ISra'il.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari
seorang kaya-raya memperolehi warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya
yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya
itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan
ingin menguasai harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya
sebahagian daripadanya. Dan kerana menurut hukum
yang berlaku pada waktu itu yang tidak memberikan hak kepada mereka untuk
memperoleh walau sebagian dari peninggalan bapa saudara mereka, mereka
bersekongkol untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu, sehingga bila ia sudah
mati hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada mereka.
Pembunuh
atas pewaris sah itu dilaksanakan menurut rencana yang tersusun rapi kemudian
datanglah mereka kepada Nabi Musa melaporkan, bahwa mereka telah menemukan
saudara sepupunya mati terbunuh oleh seorang yang tidak dikenal identitinya
mahupun tempat di mana ia menyembunyikan diri. Mereka mengharapkan Nabi Musa
dapat menyingkap tabir yang menutupi peristiwa pembunuhan itu serta siapakah
gerangan pembunuhnya.
Untuk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang
segera menwahyukan perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan
dengan lidah sapi yang disembelih itu dipukullah mayat sang korban yang dengan
izin Allah akan bangun kembali memberitahukan siapakah sebenarnya yang telah
melakukan pembunuhan atas dirinya.
Tatkala
Nabi Musa menyampaikan cara yang diwahyukan oleh Allah itu kepada kaumnya ia
ditertawakan dan diejek karena akal mereka tidak dapat menerima bahwa hal yang
sedemikian itu boleh terjadi. Mereka lupa bahwa Allah telah berkali-kali
menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mukjizat yang diberikan kepada Musa yang
kadang kala bahkan lebih hebat dan lebih sukar untuk diterima oleh akal manusia
berbanding mukjizat yang mereka hadapi dalam peristiwa pembunuhan pewaris itu.
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek:
"Apakah dengan cara yang engkau usulkan itu, engkau
bermaksud hendak menjadikan kami bahan ejekan dan tertawaan orang? Akan tetapi
kalau memang cara yang engkau usulkan itu adalah wahyu, maka cubalah tanya
kepada Tuhanmu, sapi betina atau jantankah yang harus kami sembelih? Dan apakah
sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak dapat salah memilih sapi
yang harus kami sembelih?"
Musa
menjawab: "Menurut petunjuk Allah,
yang harus disembelih itu ialah sapi betina berwarna kuning tua, belum pernah
dipakai untuk membajak tanah atau mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula
ada belangnya."
Kemudian
dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung mencari sapi yang
dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pada seorang anak yatim piatu yang memiliki sapi itu sebagai
satu-satunya harta peninggalan ayahnya serta menjadi satu-satunya sumber nafkah
hidupnya. Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang soleh, ahli
ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu wafatnya, berdoalah kepada
Allah memohon perlindungan bagi putera tunggalnya yang tidak dapat meninggalkan
warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu. Maka berkat doa ayah yang soleh
itu terjuallah sapi si anak yatim itu dengan harga yang berlipat ganda karena
memenuhi syarat dan sifat-sifat yang diisyaratkan oleh Musa untuk disembelih.
Setelah
disembelih sapi yang dibeli dari anak yatim itu, diambillah lidahnya oleh Nabi
Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat, yang seketika bangunlah ia hidup
kembali dengan izin Allah, menceritakan kepada Nabi Musa dan para pengikutnya
bagaimana ia telah dibunuh oleh saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah
mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani Isra'il yang
keras kepala dan keras hati itu namun belum juga dapat menghilangkan sifat-sifat
congkak dan membangkang mereka atau mengikis-habis bibit-bibit syirik dan kufur
yang masih melekat pada dada dan hati mereka.
Ayat-ayat Al-Quran yang mengisahkan pokok cerita di atas,
terdapat dalam surah "Al-Baqarah ayat 67 hingga 73 sebagaimana tersebut di
bawah ini :~
"67~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih sapi betina." Mereka
berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan." Musa
menjawab: "Aku berlindung kepada Allah daripada menjadi salah seorang dari
orang-orang yang jahil."
68~ Mereka menjawab: "Mohonlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar
Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu? Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda pertengahan antara itu maka kerjakanlah apa yang
telah diperintahkan kepadamu."
69~ Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menerangkan kepada kami apakah warnanya. Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya."
70~ Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena
sesungguhnya sapi itu {masih} samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya-Allah
akan dat petunjuk."
71~ Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan
tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat, tidak ada belangnya."
Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina
yang sebenar." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak
melaksanakan perintah itu.
72~ Dan {ingatlah} ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu
saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang
selama ini kamu sembunyikan.
73~ Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian
anggota sapi betina itu." Demikianlah Allah menghidupkan kembali
orang-orang yang telah mati dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya
agar kamu mengerti."
{ Al-Baqarah : 67 ~ 73 }
Nabi Musa A.S. dan Al-Khidir
Pada
suatu ketika berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra'il. Ia berdakwah
kepada mereka, memberi nasihat dengan mengingatkan kepada mereka akan karunia
dan nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada mereka yang sepatutnya diimbangi
dengan syukur dan pelaksanaan ibadah yang tulus, melakukan segala perintah-Nya
dan meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat dan
bertakwa, Nabi Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari
nikmat Allah diancam dengan seksa api neraka.
Begitu
Nabi Musa mengakhiri pidatonya bangunlah di antara para hadiri bertanya
kepadanya: "Wahai Musa, siapakah di
atas bumi Allah ini paling pandai dan paling berpengetahuan?"
"Aku", jawab
Musa.
Apakah
tidak ada kiranya orang yang lebih pandai dan lebih berpengetahuan
daripadamu?" Tanya lagi si penanya itu.
"Tidak ada", ujar
Musa seraya berkata dalam hati kecilnya:
" Bukankah aku Nabi terbesar di antara Bani Isra'il? Aku
adalah penakluk Fir'aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat membelah
laut dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan bercakap-cakap
langsung dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat melebihi kemuliaan
serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah dialami dan dicapai oleh
sesiapa pun sebelum aku."
Rasa
sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa, dicela
oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah lebih luas untuk
dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul dan bahwa bagaimana
luasnya ilmu dan pengetahuan seseorang, nescaya akan terdapat orang lain yang lebih
pandai dan lebih alim daripadanya. Selanjutnya untuk melanjuntukan kekurangan
yang ada pada diri Nabi Musa Allah memerintahkan kepadanya agar menemui seorang
hamba-Nya di suatu tempat di mana dua lautan bertemu. Hamba yang soleh yang
telah diberinya rahmat dan ilmu oleh Allah itu akan memberi tambahan
pengetahuan dan ilmu kepada Nabi Musa sehingga dapat menjadikan sedar bahwa
tiada manusia yang dapat membanggakan diri dengan mengatakan bahwa akulah orang
yang terpandai dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.
Berkata
Musa kepada Tuhan: "Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari hamba-Mu yang soleh itu,
bagi memperolehi bunga api ilmunya dan mendapat titisan air pengetahuan dan
ilham yang Engkau telah berikan kepadanya."
Allah
berfirman kepada Musa: "Bawalah seekor ikan didalam sebuah
keranjang dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana
engkau akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui
hamba-Ku yang soleh itu."
Nabi
Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh "Yusya' bin Nun" seorang daripada
para pengikutnya yang setia. Ia membawa bekal makanan dan minuman di antaranya
sebuah keranjang yang terisi seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia
berkeras hati tidak akan kembali sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu
walaupun ia harus melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun bila perlu. Ia berpesan kepada teman sepejalanannya Yusya' bin
Nun agar segera memberitahu kepadanya bilamana ikan yang di dalam keranjang
yang dibawanya itu hilang.
Tatkala Nabi Musa nerserta Yusya' bin Nun sampai di mana dua
lautan bertemu yang telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya,
tertidurlah ia di atas sebuah batu yang besar yang berada di tepi lautan. Pada
saat ia lagi tidur nyenyak, turunlah hujan rintik-rintik, membasahi seekor di dalam
keranjang itu dan tanpa mereka ketahui melompatlah ikan tersebut itu masuk ke
dalam laut.
Setelah
Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan perjalanan yang tidak
menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah
Musa beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya meminta dari
Yusya bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sangat lapar. Ketika
Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya
akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya' kepada
Nabi Musa:
"Aku telah dilupakan oleh syaitan untuk memberitahu
kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur
nyenyak, ikan kami yang berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali
setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku
melapurkan kepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh
syaitan."
Wajah
Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari Yusya'
karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba Allah
yang dicari itu. Berkata Musa kepada Yusya':
"Inilah tempat yang kami tuju dan disini kami akan menemui
orang yang kami cari. Marilah kami kembali ke tempat batu karang itu yang
menjadi tempat tujuan terakhir dari perjalanan kami yang jauh ini."
Setiba
mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat seorang
bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta
tanda-tanda orang soleh. Ia sedang menutupi tubuhnya dan pakaiannya sendiri,
yang segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.
"Siapakah engkau?"
bertanya orang soleh itu.
Musa
menjawab: "Aku adalah Musa."
Bertanya
kembali orang soleh itu: "Musa, nabi
Bani Isra'ilkah?"
"Betul", jawab
Musa, seraya bertanya: "Dari manakah
engkau mengetahui bahwa aku adalah Nabi Bani Isra'il?"
"Dari yang mengutusmu kepadaku", jawab orang soleh itu.
"Inilah hamba Allah yang aku cari", berkata Musa dalam hatinya, seraya mendekatinya dan berkata
kepadanya: "Dapatkah engkau
memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi
sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan
perintahmu."
Hamba
soleh atau menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi Al-Khidhir itu
menjawab: "Engkau tidak akan sabar
dan tidak dapat menahan diri bila engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku.
Engkau akan mengalami dan melihat hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu nampak
seakan-akan perbuatan yang salah dan mungkar namun pada hakikatnya adalah
perbuatan benar dan wajar dan engkau sebagai manusia tidak akan berdiam diri
melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku yang ganjil menurut
pandanganmu."
Musa
menjawab dengan sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah pengetahuan:
"Insya-Allah engkau akan mendapati
aku seorang yang sabar yang tidak akan melanggar sesuatu perintah atau petunjuk
daripadamu."
Berkata
Al-Khidhir kepada Musa: "Jika engkau
benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji
tidak akan mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan
kepadamu. Engkau harus berjanji bahwa engkau tidak akan menentang segala
perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan mu walaupun menurut
pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya memberi alasan dan
tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir
perjalanan kami berdua."
Dengan
diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji akan mematuhinya
bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam perjalanan.
Pelanggaran
pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka sampai di tepi
pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta
pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di suatu tempat yang di
tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran
bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh pemilik
perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak
terdapat pada orang biasa.
Tatkala
mereka berada dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan lajunya di antara
gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat Al-Khidhir melubangi perahu itu
dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa
suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik
terhadap mereka.
Musa
lupa akan janjinya sendiri dan ditegurlah Al-Khidhir dengan berkata: "Engkau telah melakukan perbuatan
mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu
ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah
engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami
dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?"
Berkata
Al-Khidhir menjawab teguran Musa: "Bukankah
aku telah katakan kepadamu bahawa engkau tidak akan sabar menahan diri melihat
tindak-tandukku di dalam perjalanan menyertaiku."
Musa
berkata: "Maafkanlah daku. Aku telah
lupa akan janjiku sendiri. Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan
kelupaanku."
Permintaan
maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah mereka berdua di tempat yang
dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjuntukan di darat dan
bertemulah mereka dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan
kawan-kawannya. Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke
tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu. Alangkah
terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan sewenang-wenangnya
telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali
dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya.
Musa
sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan kejahatan
tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan pembunuhan yang tiada
beralasan itu, maka ditegurlah ia seraya berkata: "Mengapa engkau telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa?
Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar dan keji."
Al-Khidhir
menjawab dengan sikap dinginnya: "Bukankah
aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan
dengan aku?"
Dengan
rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa: "Maafkanlah aku untuk kedua kalinya dan
perkenankanlah untuk aku meneruskan perjalanan bersamamu dengan pergertian
bahwa bila terjadi lagi perlanggaran dari pihakku untuk kali ketiganya, maka
janganlah aku diperbolehkan menyertaimu seterusnya. Sesungguhnya telah cukup
engkau memberi uzur dan memberi maaf kepadaku."
Dengan
janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan
mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirehat untuk
menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah
ditempuh. Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan
sedikit bahan makanan untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak
seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang
mahu menolong mereka memberi tempat beristirehat atau sesuap makanan sehingga
dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.
Dalam
perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu mereka melihat
dinding salah satu rumah desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri
dinding itu dan ditegakkannya kembali. Dan secara spontan, tanpa disedar, berkata
Musa kepada Al-Khidhir:
"Heran bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan bagi
orang-orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk memberi kepada
kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami yang lapar.
Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan dinding itu, agar
dengan upah yang engkau perolehi itu dapat kami menutupi keperluan makan minum
kami."
Al-Khidhir
menjawab: "Wahai Musa, inilah saat
untuk kami berpisah sesuai dengan janjimu yang terakhir. Cukup sudah aku
memberimu kesempatan dan uzur. Akan tetapi sebelum kami berpisah, akan aku
berikan kepadamu tujuan serta alasan-alasan perbuatan-perbuatanku yang engkau
rasakan tidak wajar dan kurang patut."
"Ketahuilah hai Musa", Al-Khidhir melanjuntukan huraiannya, "bahwa pengrusakan bahtera yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan
untuk menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang
sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik
orang-orang fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi
hidup mereka sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu,
si raja yang zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang
dianggapnya rusak dan berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah
pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan
perampasan sewenang-wenangnya."
"Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan
menyelamatkan kedua orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu. Kedua
orang tua anak itu adalah orang-orang yang mukmin, soleh dan bertakwa yang aku
khuatirkan akan menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena
dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku harapkan dengan matinya anak itu Allah
akan mengaruniai anak pengganti yang soleh dan berbakti kepada mereka
berdua."
“Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan
kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua
orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan
Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itu sampai
ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai
rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa
itu."
"Demikianlah wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang
tujuan tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar
hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku sendiri tetapi atas
tuntunan wahyu Allah kepadaku."
Kisah Musa dan Al-Khidir ini dapat dibaca dalam surah
"Al-Kahfi" ayat 60 hingga ayat 82 yang bermaksud :~
"60~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku
tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau
aku akan berjalan sampai bertahun-tahun."
61~ Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka
lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
62~ Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh berkatalah Musa kepada
muridnya: "Bawalah kemari makanan kita sesungguhnya kita telah merasa
letih karena perjalanan kita ini."
63~ Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari
tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang
ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan
dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."
64~ Musa berkata: "Itulah tempat yang kita cari." Lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri.
65~ Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba
Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah
Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
66~ Musa berkata Al-Khidhir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya
kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?"
67~ Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sesekali kamu tidak akan
sanggup sabar bersamaku,
68~ dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69~ Musa berkata: "Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai
seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan
pun."
70~ Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya
kepadamu."
71~ Maka berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu, lalu
Al-Khidhir melubanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melubangi perahu itu
yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpamgnya?" Sesungguhnya kamu telah
berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
72~ Dia {Al-Khidhir} berkata: "Bukankah aku telah katakan:
"Sesungguhnya kamu sesekali tidak akan sabar bersama dengan aku."
73~ Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku kerana
kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku,"
74~ Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa
dengan seorang pemuda maka Al-Khidhir membunuhnya. Musa berkata : "Mengapa
kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh orang lain? Sesungguhnya
kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar."
75~ Al-Khidhir berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu
bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"
76~ MUsa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu
sesudah {kali ini} maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu,
sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku."
77~ Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mahu menjamu mereka
kemudian keduanya dapati dalam negeri itu ada dinding rumah yang hampir roboh,
maka Al-Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mahu
nescaya kamu akan mengambil upah untuk itu."
78~ Al-Khidhir berkata : "Inilah perpisahan antara aku dengan
kamu kelak akan ku beritahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu
tidak dapat sabar terhadapnya.
79~ Adapun bahter itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu kerana di hadapan
mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
80~ Dan ada pun anak muda itu maka kedua orang tuanya adlah
orang-orang mukmin dan kami khuatir bhe dia akan mendorong kedua orang tuanya
itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81~ Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka
dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam
kasih sayangnya {kepada ibubapanya}.
82~ Adapun dinding rumah itu kepunyaan dua orang anak muda yang
yatim di kota itu sedang ayahnya adalah seorang yang soleh, maka Tuhanmu
menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu
menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adlah tujuan perbuatan-perbuatan
yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya."
{ Al-Kahfi : 60 ~ 82 }
Nabi Musa A.S. dan Qarun si kaya raya
Qarun adalah nama seorang daripada
kaum Nabi Musa dan keluarganya yang dekat. Ia dikaruniai Allah kelapangan rezeki dan kekayaan harta benda yang besar
yang tidak ternilai bilangannya. Ia hidup mewah, selalu mujur dalam usahanya
mengumpulkan kekayaan, sehingga menjadi padatlah khazanahnya dengan harta benda
dan benda-2 yang sangat berharga. Sampai-2 para juru kuncinya tidak berdaya
membawa atau memikul kunci-2 peti khazanahnya karena sangat banyak dan
beratnya. Ia hidup secara mewah dan menonjol di antara kaum dan penduduk
kotanya. Segala-galanya adalah luar biasa dan lain daripada yang lain. Gedung-2
tempat tinggalnya, pakaiannya sehari-hari, pelayan-2nya dan hamba-2 sahayanya
yang bilangannya melebihi keperluan. Dan walaupun ia tenggelam dalam lautan
kenikmatan duniawi yang tiada taranya pada masa itu, ia merasa masih belum puas
dengan tingkat kekayaan yang ia miliki dan terus berusaha mengisi khazanahnya
yang sudah padat itu, sifat mausia yang serakah yang tidak akan pernah puas
dengan apa yang sudah dicapai. Jika ia sudah memiliki segantang emas ia ingin
memperolehi segantang yang kedua dan demikian seterusnya.
Sebagaimana
halnya dengan kebanyakan orang-orang kaya yang telah dimabukkan oleh harta
bendanya maka Qarun tidak merasa sedikit pun bahwa dia mempunyai kewajiban
sosial dengan harta kekayaannya itu. Ia dalam hidupnya hanya memikirkan
kesenangan dan kesejahteraan peribadinya, memikirkan bagaimana ia dapat
menambahkan kekayaannya yang sudah melimpah-limpah itu.
Ia
telah dinasihati oleh pemuka-2 kaumnya agar ia menyediakan sebagian daripada
kekayaannya bagi menolong para fakir miskin, menolong orang-orang yang
telanjang yang tidak berpakaian dan lapar tidak dapat makanan. Ia diperingatkan
bahwa kekayaan yang ia perolehi itu adalah karuniaan dari Tuhan yang harus
disyukuri dengan beramal kebajikan terhadap sesama manusia dan melakukan
perbuatan-2 yang dapat meringankan penderitaan orang-orang yang ditimpa musibah
atau menderita cacat. Diperingatkan bahwa Allah yang telah memberinya rezeki yang
luas itu dapat sewaktu-waktu mencabutnya bila ia melalaikan kewajiban
sosialnya.
Nasihat
yang baik dan peringatan yang jujur yang dikemukakan oleh pemuka-pemuka kaumnya
itu tidak diendahkan oleh Qarun dan tidak mendapat tempat didalam hatinya. Ia
bahkan merasa bahwa karena kekayaannya ialah yang harus memberi nasihat dan
bukan menerima nasihat. Orang harus tunduk kepadanya, mematuhi perintahnya,
mengiakan kata-katanya dan membenarkan segala tindak tanduknya. Ia
menyombongkan diri dengan mengatakan kepada orang-orang yang memberikan nasihat
itu bahwa kekayaan yang ia miliki adalah semata-mata hasil jerih payahnya dan
hasil kecekapan dan kepandaiannya berusaha dan bukan merupakan karunia atau
pemberian dari sesiapa pun. Karenanya ia bebas menggunakan harta kekayaannya
menurut kehendak hatinya sendiri dan tidak merasa terikat oleh kewajipan sosial
berupa pertolongan dan bantuan kepada para fakir miskin dan para penderita yang
memerlukan bantuan dan pertolongan.
Sebagai
tentangan bagi para orang yang menasihatinya, Qarun makin meningkatkan cara
hidup mewahnya dan secara menyolok mempamerkan kekayaannya dengan
berlebih-lebihan. Bila ia keluar, Ia mengenakan pakaian dan perhiasan yang
bergemerlapan, membawa pengantar dan pembantu lebih banyak daripada biasanya dan
mengenderai kuda-kuda yang dihiasi dengan indah dan cantik.
Kemewahan
yang ditonjolkan secara menyolok itu, merasakan iri-hati dikalangan penduduk
terutama mereka yang masih lemah imannya. Mereka berbisik-bisik diantara sesama
mereka mengeluh dengan berkata:
"Mengapa kami tidak diberi rezeki dan kenikmatan seperti
yang telah diberikan kepada Qarun? Alangkah mujurnya nasib Qarun dan alangkah
bahagianya dia dalam hidupnya di dunia ini! Dan mengapa Tuhan melimpahkan
kekayaan yang besar itu kepada Qarun yang tidak mempunyai rasa belas kasihan
terhadap orang-orang yang melarat dan sengsara, orang-orang yang fakir dan
miskin yang memerlukan pertolongan berupa pakaian mahupun makanan. Dimanakah
letak keadilan Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih itu?"
Qarun
yang tidak mengabaikan anjuran orang, agar ia secara sukarela menyediakan sebagiaan
harta kekayaannya untuk disedekahkan kepada orang-orang yang memerlukannya,
melarat dan miskin akhirinya didatangi oleh Nabi Musa menyampaikan kepadanya
bahwa Allah telah mewahyukan perintah berzakat bagi tiap-tiap orang yang kaya
dan berada. Diterangkan oleh Musa kepadanya bahwa dalam harta kekayaan tiap ada
bahagian yang telah ditentukan oleh Tuhan sebagai hak orang-orang yang melarat
dan fakir miskin yang wajib diserahkan kepada mereka.
Qarun
merasa jengkel memerima perintah wajib berzakat itu dan menyatakan keraguan dan
kesangsian kepada Musa. Ia berkata:
"Hai Musa kami telah membantumu dan menyokongmu dalam
dakwahmu kepada agama barumu. Kami telah menuruti segala perintahmu dan
mendengarkan segala kata-katamu. Sikap kami yang lunak itu terhadap dirimu
telah memberanikan engkau bertindak lebih jauh dari apa yang sepatutnya dan
mulailah engkau ingin meraih harta benda kami. Engkau rupanya ingin juga
menguasai harta kekayaan kami setelah kami serahkan kepadamu hati dan fikiran
kami sebulat-bulatnya. Dengan perintah wajib zakatmu ini engkau telah membuka
topengmu dan menunjukkan dustamu dan bahwa engkau hanya seorang pendusta dan
ahli sihir belaka."
Tuduhan
Qarun yang ingin melepaskan dirinya dari wajib berzakat itu ditolak oleh Nabi
Musa yang menegaskan kembali bahwa kewajiban berzakat itu tidak dapat
ditawar-tawar dan harus dilaksanakan karena ia adalah perintah Allah yang harus
ditaati dan dilaksanakan dengan semestinya.
Quran
tidak dapat jalan untuk mengelakkan diri dan kewajiban zakat itu setelah
berbantah dan berdebat dengan Musa maka ia menyerah dan ditentukan berapa besar
yang harus ia keluarkan zakat harta kekayaannya.
Setelah
tiba di rumah dan menghitung-hitung bagian yang harus dizakatkan dari harta
miliknya Qarun merasa terlampau besar yang harus dizakatkan dan merasa sayang
bahwa ia harus mengeluarkan dari khazanahnya sejumlah uang tanpa meperolehi
imbalan sesuatu keuntungan dan laba. Fikir punya fikir dan timbang punya
timbang akhirnya Qarun mengambil keputusan untuk tidak akan mengeluarkan zakat
walau apapun yang akan terjadi akibat tindakannya itu.
Untuk
menguatkan aksi pemboikotannya terhadap kewajiban mengeluarkan zakat, Qarun
menyebarkan fitnah kepada Nabi Musa dengan maksud menarik orang agar menjadikan
penunjang aksinya dan mengikutinya menolak kewajiban mengeluarkan zakat
sebagaimana diperintahkan oleh Nabi Musa. Ia menyebarkan fitnah seolah-olah
Nabi Musa dengan dakwahnya dan penyiaran agama barunya bertujuan ingin
memperkayakan diri dan bahwa perintah zakatnya itu adalah merupakan cara
perampasan yang halus terhadap milik-milik para pengikutnya.
Lebih
jahat lagi untuk menjatuhkan Nabi Musa dan kewibawaannya, Qarun bersekongkol
dengan seorang wanita yang diajarinya agar mengaku didepan umum bahwa ia telah
melakukan perbuatan zina dengan Musa. Akan tetapi Allah tidak rela nama
Rasul-Nya tercemar oleh tuduhan palsu yang diaturkan oleh Qarun itu. Maka
digerakkanlah hati wanita sewaannya itu untuk mengatakan keadaan yang
sebenarnya dan bahwa apa yang ia tuduhkan kepada Nabi Musa adalah fitnahan dan
ajaran Qarun semata-mata dan bahwasannya Musa adalah bersih dari perbuatan yang
dituduh itu.
Setelah
ternyata bagi Nabi Musa bahwa Qarun tidak beriktikad baik dan bahwa ia tidak
dapat diharap menjadi pengikut yang soleh yang mematuhi perintah-2 Allah
terutama perintah wajib zakat bahkan ia dapat merusakkan akhlak dan iman para
pengikut Musa dengan sikap dan cara hidupnya yang berlebih-lebihan mewahnya,
ditambahkan pula usahanya yang tidak henti-2 merusakkan kewibawaan Nabi Musa
dengan melontarkan fitnahan dan berbagai hasutan maka habislah kesabaran Nabi
Musa, lalu berdoa ia kepada Allah agar menurunkan azab-Nya atas diri Qarun yang
sombong dan congkak itu, agar menjadi pengajaran dan ibrah bagi kaumnya yang
sudah mulai goyah imannya melihat kenikmatan yang berlimpah-limpah yang telah
Allah karuniakan kepada Qarun yang membangkang itu.
Maka
dengan izin Allah yang telah memperkenankan doa Nabi Musa terjadilah tanah runtuh
yang dahsyat di atas mana terletak bangunan gedung-gedung yang mewah tempat
tinggal Qarun dan tempat penimbunan kekayaannya. Terbenamlah seketika itu Qarun
hidup-hidup berserta semua milik kekayaan yang menjadi kebaggaannya.
Peristiwa yang menimpa Qarun dan harta kekayaannya itu menjadi ibrah bagi
pengikut-2 Nabi Musa serta ubat rohani bagi mereka yang beriri hati dan
mendambakan kenikmatan dan kemewahan hidup sebagaimana yang telah dialami oleh
Qarun. Mereka berkata seraya bersyukur kepada Allah:
"Sekiranya
Allah telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, nescaya kami dibenamkan pula
seperti Qarun yang selalu kami inginkan kedudukan duniawinya. Sesungguhnya kami
telah tersesat ketika kami beriri hati dan mendambakan kekayaannya yang membawa
binasa baginya. Aduhai benar-2 tidaklah beruntung orang-orang yang mengingkari
nikmat Allah."
Isi cerita tersebut di atas dapat dibaca dalam surah
"Qashash" ayat 76 hingga 82 dan surah "Al-Ahzaab" ayat 69
sebagaimana berikut :~
"76~ Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa maka ia berlaku
aniaya terhadap mereka dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan
harta yang kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-2.
{Ingatlah{ ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu
bangga sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan
diri."
77~ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan kepada mu
{kebahagiaan} negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
{kenikmatan} duniawi dan berbuat baiklah {kepada orang lain} sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakkan di {muka}
bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakkan.
78~ Qarun berkata: "Sesungguhnya aku diberi harta itu karena
ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasannya Allah
sungguh telah membinasakan umat-2 sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan
lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang
yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka.
79~ Mak keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya.
Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: " Moga-moga
kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun , sesungguhnya
ia benar-benar mempunyai peruntungan yang besar."
80~ Berkatalah orang-orang yang telah dianugerahi ilmu:
"Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebihbaik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan tidak diperoleh pahala itu
kecuali oleh orang-orang yang sabar."
81~ Mak Kami benamkan Qarun berserta rumahnya ke dalam bumi. Maka
tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan
tiadalah ia termasuk orang-orang {yang dapat} membela {dirinya}.
82~ Dan jadilah orang-orang yang kelmarin mencita-citakan kedudukan
Qarun itu berkata: "aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa
yang dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Kalau Allah tidak
melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia {Allah} telah membenamkan
kita {pula}. Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari
{nikmat} Allah."
{ Al-Qashash : 76 ~ 82 }
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi
seperti orang-orang yang menyakiti Musa maka Allah membersihkannya dari
tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai
kedudukan terhormat di sisi Allah." { Al-Ahzaab : 69 }
Thalout diangkat sebagai raja Bani Isra'il
Setelah
Bani Isra'il memasuki Palestin dan
menguasainya di bawah pimpinan Yusya bin
Nun mereka selalu menjadi sasaran
penyerbuan dan serangan dari bangsa-2 sekelilingnya, seperti suku Amaliqah dari bangsa Arab, bangsa Palestin sendiri dan bangsa Aramiyin.
Kemenangan dan kekalahan di antara mereka silih berganti.
Pada
suatu waktu datanglah bangsa Palestin
penduduk "Usydud" suatu
daerah dekat Gaza menyerbu dan
menyerang mereka dan terjadilah pertempuran yang berakhir dengan kemenangan bangsa Palestin yang
berhasil, mencerai-beraikan Bani Israil dan merampas benda keramat mereka yang
bernama "Tabout", yaitu sebuah peti tempat penyimpanan kitab
Taurat.
Peti
yang disebut Tabout itu adalah merupakan salah satu dari banyak karunia yang
telah diberikan oleh Allah kepada Bani Isra'il. Mereka menganggap Tabout itu
suatu benda keramat yang dapat menginspirasikan kekuatan dan keberanian kepada
mereka dikala menghadapi musuh. Maka karenanya dalam tiap medan perang
dibawanyalah Tabout itu untuk memberi kekuatan batin dan semangat juang bagi
mereka memberi rasa berani bagi mereka dan rasa takut bagi musuh. Maka dengan
dirampasnya Tabout itu oleh bangsa Palestin hilanglah pegangan mereka dan
berantakanlah barisannya, retaklah kesatuannya sehingga menjadi laksana
binatang ternakan yang ditinggalkan gembalanya.
Dan
memang sejak ditinggalkan oleh Nabi Musa, Bani Isra'il tidak mempunyai seorang
raja atau seorang pemimpin yang berwibawa yang dapat mengikat mereka di bawah
satu bendera dan menghimpun mereka di bawah satu komando bila terjadi serangan
dari luar dan penyerbuan oleh musuh. Mereka hanya dipimpin oleh hakim-hakim
penghulu yang memberi tuntunan kepada mereka dalam bidang keagamaan dan
kadangkala menjadi juru damai jika timbul perselisihan dan sengketa di antara
sesama mereka.
Di
antara penghulu itu terdapat seorang
penghulu yang paling disegani
dan di hormati bernama Somu'il.
Kata-katanya selalu didengar dan nasihat-2nya selalu diterima dan ditaati.
Kepada
Somu'il datanglah beberapa pemuda Bani Isra'il yang merasa sedih melihat
keadaan kaumnya menjadi kacau bilau dan bercerai berai setelah dikalahkan oleh
bangsa Palestin dan dikeluarkan dari negeri mereka serta dirampasnya Tabout
yang merupakan peti wasiat dan benda keramat bagi mereka. Mereka mengutarakan
kepada Samu'il bahwa mereka memerlukan seorang pemimpin yang kuat yang
berwibawa dan mempunyai kekuasaan sebagai seorang raja untuk menghimpun mereka
dan seterusnya menjadi panglima perang.
Samu'il
yang mengenal baik watak mereka dan titik-titik kelemahan serta sifat-2 licik
dan pembangkang yang meletak pada diri mereka berkata: "Aku khuatir bahwa kamu akan takut dan enggan bertempur melawan
musuh bila kepadamu diperintahkan untuk berperang menghalau musuh dari
negerimu."
Mereka
menjawab: "Bagaimana kami menolak perintah semacam itu dan enggan maju
bertempur melawan musuh sedangkan kami telah dihina diusir dari rumah-rumah
kami dan dipisahkan dari sanak keluarga kami. Bukankah suatu hal yang memalukan
dan menurun darajat kami sebagai bangsa, bila dalam keadaan yang sedang kami
alami ini, kami masih juga enggan berperang melawan musuh yang datang menyerang
dan menyerbu daerah kami. Kami akan maju dan tidak akan gentar masuk dalam
medan perang, asalkan saja kami akan dapat pimpinan dari seorang yang cekap,
berani serta berwibawa sehingga komandonya dan segala perintahnya akan dipatuhi
oleh kaum kami semuanya."
Somu'il
berkata: "Jika demikian ketetapan hatimu dan demikian pula keinginanmu
untuk memperoleh seorang raja yang akan memimpin dan membimbing kamu, maka
berilah waktu kepadaku untuk beristikharah memohon pertolongan Allah
menunjukkan kepadaku seseorang yang patut dan layak menjadi raja bagimu."
Di dalam istikharahnya, Somuil mendapat ilham dan petunjuk dari Allah, agar ia memilih serta mengangkat seorang yang bernama "Thalout" menjadi raja Bani
Isra'il. Dan walaupun ia belum pernah mendengar nama itu atau mengenalkan
orangnya Allah akan memberinya jalan dan tanda-tanda yang akan memungkinkan ia
bertemu muka dengan orang itu dan mengenalinya dengan segera.
Thalout adalah seorang
berbadan gemuk dan jangkung, tegak, kuat dan berparas tampan. Dari pancaran
kedua matanya orang dapat mengetahui bahwa ia adalah seorang yang cerdik, cekap
dan bijaksana, memiliki hati yang tabah dan berani. Ia hidup dan bertempat
tinggal di sebuah desa yang agak terpencil sehingga tidak banyak dikenal orang.
Ia hidup bersama ayahnya bercucuk tanam dan memelihara hewan ternak.
Pada suatu hari di kala Thalout sedang sibuk bersama ayahnya menguruskan tanah
ladangnya terlepaslah dari kandang seekor keledai dari hewan-2 peliharaannya
dan menghilang sesat. Pergilah Thalout bersama seorang bujangnya mencari keledai
yang hilang itu di celah-2 lembah dan bukit-2 di sekitar desanya, namun tidak
berhasil menemukan kembali hewan yang terlepas itu. Akhirnya ia mengajak
bujangnya kembali karena khuatir ayahnya akan menjadi gelisah bila ia lebih
lama meninggalkan rumahnya mencari keledai yang hilang itu.
Berkata
sang bujang kepada Thalout: "Kami
sekarang sudah berada di daerah Shuf tempat dimana Somu'il berada. Alangkah
baiknya kalau kami pergi kepadanya menanyakan kalau-2 ia dapat memberikan
keterangan dan petunjuk kepada kami di mana kiranya kami dapat menemukan keledai
kami itu. Ia adalah seorang nabi yang menerima petinjuk dari Tuhannya melalui
para malaikat dan dia telah banyak kali mengungkapkan hal-hal ghaib yang
ditanyakan oleh orang kepadanya."
Thalout
menerima baik cadangan bujangnya dan berangkatlah mereka berdua menuju tempat
tinggal Somu'il. Di tengah-2 perjalanan, mereka bertanya kepada beberapa gadis
yang ditemuinya sedang menimpa air dari sebuah perigi: "Di manakah tempat tinggal Nabi Somu'il?"
"Tidak usah kamu cepat-2 meneruskan perjalananmu. Somu'il
sebentar lagi akan datang ke sini. Ia sedang ditunggu kedatangannya di atas
bukit oleh rakyat tempat itu." Para
gadis itu menjawab.
Ternyata
bahwa belum selesai para gadis itu memberikan keteranagnnya, muncullah Somu'il
dengan wajahnya yang berseri-seri memancarkan cahaya kenabian dan kealiman yang
mengesahkan.
Thalout
segera mendekati Somu'il dan setelah saling pandang memandang, berkatalah
Thalout: "Wahai Nabi Allah, kami
datang menemui bapak untuk memohon pertolongan yaitu dapatkah kiranya kami
diberi keterangan dan petunjuk di manakah kami dapat menemukan kembali keledai
kami yang telah terlepas dari kandang dan menghilang tidak kami temukan
jejaknya walaupun sudah tiga hari kami berusaha mencarinya."
Somu'il
setelah memandang wajah Thalout dengan teliti sedarlah ia bahwa inilah orangnya
yang oleh Allah ditunjuk untuk menjadi raja pemimpin dan penguasa Bani Isra'il.
Ia berkata kepada Thalout:
"Keledai yang engaku cari itu sedang berada dalam
perjalanan kembali ke kandangnya di tempat ayahmu. Janganlah engkau rungsingkan
fikiranmu dan ribuntukan dirimu dengan urusan keledai itu. Kerana aku memang
mencarimu dan ingin menemuimu untuk urusan yang lebih besar dan lebih penting
dari soal keldai. Engaku telah dipilih oleh Allah untuk memimpin Bani Isra'il
sebagai raja, mempersatukan barisan mereka yang sudah kacau-balau serta
membebaskan mereka dari musuh-musuh yang sedang menyerbu dan menduduki negeri
mereka. Dan insya-Allah Tuhan akan menyertaimu memberi perlindungan kepadamu
dan mengurniakan kemenangan dan kemujuran dalam segala sepak terajangmu."
Thalout
menjawab: "Bagaimana aku dapat
menjadi seorang raja dan pemimpin Bani Isra'il sedang aku ini seorang dusun
anak cucu Benyamin yang paling papa, terasing dari pergaulan orang ramai, seorang
anak tani dan penggembala hewan yang tidak dikenal orang?"
Berkata
Somu'il: "Itu adalah kehendak Allah
dan perintah-Nya. Dan lebih tahu pada siapa Ia meletakkan amanat dan
tugas-tugas-Nya. Dialah yang menugaskan dan Dia pulalah yang akan melengkapi
segala kekuranganmu. Bersyukurlah engkau atas nikmat dan karuniaan Allah ini.
Terimalah tugas suci ini dengan keteguhan hati dan kepercayaan penuh akan
pertolongan dan perlindungan Allah kepadamu."
Kemudian
dipeganglah tangan Thalout, diangkatnya keatas seraya menghadap kepada kaumnya
dan berkata: "Wahai kaumku, inilah
orangnya yang oleh Allah telah dipilih untuk menjadi rajamu. Ia berkewajiban
memimpin kamu dan mengurus segala urusanmu dengan sebaik-baiknya dan
setepat-tepatnya dan kamu berkewajiban taat kepadanya, mematuhi segala
perintahnya dan berdiri tegak di belakang komandinya. Bersatu padulah kamu di
bawah bendera raja Thalout dan bersiap-siaplah untuk berjuang melawan
musuh-musuhmu."
Bani
Isra'il yang sedang berkumpul mengerumuni somu'il mendengarkan pidato pelantikannya
mengangkat Thalout sebagai raja, tercengang dan terkejut dan dengan mulut
ternganga mereka melihat satu kepada yang lain, berpindahan pandangan mereka
dari wajah Somu'il ke wajah thalout yang menandakan kehairanan dan
ketidak-puasan dengan pengangkatan itu. Selintas pun tidak terfikir oleh mereka
bahwa seorang seperti Thalout yang papa dan miskin dan tidak dikenal orang
ialah yang akan dipilih oleh Somu'il soal pemilihan dan pengangkatan seorang
raja bagi mereka.
Berkata
mereka kepada Somu'il: "Bagaimana
seorang seperti Thalout ini akan dapat memimpin kami sebagai raja padahal ia
seorang yang miskin yang tidak dikenal orang dan pergaulan sehari-harinya hanya
terbatas didesanya. selain itu ia bukannya dari keturunan "Lawi" yang menurunkan para nabi Bani Israil, juga
bukan dari keturunan "Yahuda"
yang menurunkan raja-raja Bani Isra'il sejak dahulu kala. Ia pun tidak
memiliki pengalaman dan kecekapan yang diperlukan oleh seorang raja untuk
mengurus serta mempertahankan kerajaannya. Mengapa tidak dipilih saja seorang daripada
mereka yang berada di kota yang pandai-pandai, berpengalaman dan berkeadaan
cukup?"
berkata
Somu'il menanggapi keberatan-2 yang dikemukakan oleh kaumnya: "Pengurusan kerajaan dan pemimpin
perang tidak memerlukan kebangsawanan atau kekayaan. Ia memerlukan kecekapan,
kebijaksanaan, kecerdasan berfikir dan kecekatan bertindak. sifat-2 itu
terdapat dalam diri Thalout di samping ia memiliki tubuh yang kuat, perawakan yang
tegap dan kekar serta paras muka yang tampan yang memberi kesan baik bagi
orang-orang yang menghadapinya. Selain itu semuanya, ia adalah pilihan dan
tunjukan Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal hamba-hamba-Nya. Maka
tidak patutlah kami memilih orang lain setelah Allah menjatuhkan
pilihan-Nya."
"Baiklah", kata
mereka, "Jika yang demikian itu
pilihan dan kehendak Allah, maka kami tidak dapat berbuat lain selain meneriam
kenyataan ini. Akan tetapi untuk menghilangkan keragu-raguan kami tentang diri
Thalout, berilah kepada kami suatu tanda yang dapat menyakinkan kami bahwa
Thalout benar-benar pilihan Allah."
Somu'il
menjawab: "Sesungguhnya Allah telah
mengetahui watak dan tabiat kamu yang kaku dan keras kepala. Imanmu tidak
berada di dalam hati tetapi di kelopak mata. Kamu tidak mempercayai sesuatu
tanpa bukti yang dapat kamu rasa dengan pancaindera kamu. Maka sebagai bukti
bahwa Allah merestui pengangkatan Thalout menjadi raja kamu, ialah bahwa kamu
akan menemukan kembali peti keramatmu "Tabout" yang telah hilang dan
dirampas oleh bangsa Palestin. Kamu akan menemukan itu datang kepadamu dibawa
oleh malaikat. Pergilah kamu keluar kota sekarang juga untuk menerimanya."
Setelah
ternyata bagi mereka kebenaran kata-kata Somu'il dengan ditemuinya kembali
Tabout yang sudah tujuh bulan berada di tangan orang-orang Palestin itu, maka
diterimalah pengangkatan Thalout sebagai raja mereka dengan memberikan bai'at
kepadanya dan janji akan taat serta mematuhi segala nasihat dan perintahnya.
Raja Thalout
Tugas
pertama yang dilakukan oleh thalout setelah dinobatkan sebagai raja ialah
menyusun kekuatan dengan menghimpunkan para pemuda dan orang-orang yang masih
kuat untuk menjadi tentera yang akan mengahdapi bangsa Palestin yang terkenal
kuat dan berani.
Ia menyusun
bala tenteranya dari orang-orang yang masih kuat, tidak mempunyai tanggungan
keluarga, tidak mempunyai ikatan-2 dagang usaha sehingga dapat membulatkan
tekadnya untuk berjuang dan memusatkan fikiran dan tenaga bagi mencapai
kemenangan dan menghalaukan musuh dari negeri mereka dengan semangat yang teguh
yang tidak tergoyahkan.
Sebagai
ujian untuk mengetahui sampai sejauh mana rakyatnya atau barisan tenteranya
yang disusun itu berdisiplin mengikuti komando dan perintahnya, Thalout berkata
mereka:
"Kamu dalam perjalananmu di bawah terik panasnya matahari
akan melalui sebuah sungai. Maka barang siapa di antara kamu minum dari air
sungai itu, ia bukan pengikuntuku yang setia yang dapat kupercayai kesungguhan
hatinya dan kebulatan tekadnya. Sebaliknya barangsiapa di antara kamu yang
hanya menciduk air sungai itu seciduk tangan untuk sekadar membasahi
kerongkongannya, maka ia ialah seorang pengikuntuku dan tentera yang
benar-benar dapat kuandalkan keberaniannya dan kedisiplinannya."
Ternyata
apa yang dikhuatirkan oleh Thalout telah terjadi dan menjadi kenyataan. Setiba
barisan tentera Thalout di sungai yang dimaksudkan itu, hanya sebagian kecil sajalah
dari mereka yang berdisiplin mengikuti petunjuk Thalout secara tepat. Sedang
bagian yang besar tidak dapat bersabar menahan dahaganya dan minumlah mereka
dari air sungai itu sepuas-puas hatinya.
Walaupun
telah terjadi pelanggaran disiplin oleh sebagian besar dari anggota tenteranya,
thalout tetap berkeras hati melanjuntukan perjalanannya menuju ke medan perang
dengan pasukan yang tidak bersatu padu dan berdisiplin sebagaimana ia menduga
dan mengharapkannya. Ia hanya bersandar dan mengandalkan kekuatan tenteranya
kepada bagian kecil yang sudah ternyata setia dan patuh kepada perintah dan
petunjuknya. Sedang terhadap mereka yang sudah melanggar perintahnya dan minum
dari air sungai itu, Thalout bersikap sabar, lunak dan bijaksana untuk
menghindari keretakan di dalam barisan tenteranya sebelum menghadapi musuh.
Tatkala
mereka tiba di medan perang dan berhadapan dengan musuh, sebagian daripada pasukan Thalout ialah mereka yang telah
melanggar disiplin dan minum dari air sungai, merasa kecil hati dan ketakutan
melihat pasukan musuh yang terdiri dari orang-orang kuat dan besar-besar dengan
peralatan yang lebih lengkap dan jumlah tentera yang lebih besar di bawah pimpinan seorang komandan
bernama "Jalout".
Jalout,
panglima komandan pasukan musuh terkenal seorang panglima yang berani, cekap
dan terkenal tidak pernah kalah dalam peperangan. Tiap orang yang berani
bertarung dengan dia pasti jatuh terbunuh. Namanya telah menimbulkan rasa takut
dan kecil hati pada bagian besar dari pasukan Thalout. berkata mereka
kepadanya:
"Kami tidak berdaya dan tidak akan sanggup menghadapi dan
melawan Jalout berserta tenteranya hari ini. Mereka lebih lengkap peralatannya
dan lebih besar bilangannya daripada pasukan kami."
Akan
tetapi kelompok yang setia yang merupakan golongan yang kecil dalam pasukan
Thalout, tidak merasa takut dan gentar menghadapi Jalout dan bala tenteranya,
walaupun mereka lebih besar dan lebih lengkap peralatannya karena mereka keluar
ke medan perang mengikuti Thalout dengan tekad yang bulat hendak membebaskan
negerinya dari para penyerbu dengan berbekal tawakkal dan iman kepada Allah.
Sejak
mereka melangkahkan kaki keluar dari rumah mereka sudah berniat bulat berjuang
bermati-matian melawan musuh yang telah merampas rumah dan tanah mereka dan
bersedia mati untuk tugas suci itu. Berkata mereka kepada kawan-2nya kelompok
pengecut itu:
"Majulah terus untuk bertempur melawan musuh. Kami tidak
akan kalah karena bilangan yang sedikit atau kerana kelemahan fizikal. Kami akan
menggondol kemenangan bila iman di dalam dada kami tidak tergoyahkan dan
kepercayaan kami akan pertolongan Allah tidak menipis. Berapa banyak terjadi
sudah, bahwa kelompok yang kecil jumlahnya mengalahkan kelompok yang besar,
bila Allah mengizinkannya dan memberikan pertolongan-Nya. Dan Allah selalu
berada di sisi orang-orang yang beriman, sabar dan bertawakkal."
Dengan
tidak menghiraukan kasak-kusuk dan bisikan kelompok pengecut yang ingin mundur
dan melarikan diri dari kewajiban berperang, Raja Thalout terus maju memimpin
pasukannya seraya bertawakkal kepada Allah memohon pertolongan dan
perlindungan-Nya.
Setelah
kedua pasukan merapat berhadapan satu dengan yang lain dan pertempuran dimulai,
keluarlah dari tengah-2 barisan bangsa Palestin, panglima besarnya yang bernama
Jalout berteriak dengan sekuat suaranya menentang pasukan Thalout mengajak
bertarung seorang lawan seorang Berulang-ulang ia berseru dengan suara yang
lantang agar pihat Thalout mengeluarkan seorang yang akan melawan dia
bertanding dan bertarung namun tidak seorang pun keluar dari tengah pasukan
Bani Isra'il menghadapinya. Kata-kata ejekan dan hinaan dilontarkan oleh Jalout
kepada pihak musuhnya, pasukan Bani Isra'il yang sedang dicekam oleh rasa takut
dan bimbang menghadapi Jalout yang sudah termasyur sebagai jaguh yang tidak
pernah terkalahkan itu.
Pada
saat yang kritis dan tegang itu di mana rasa malu rendah diri memenuhi dada dan
hati para pemimpin pasukan Bani Isra'il yang sedang memandang satu kepada yang
lain, seraya bertanya-tanya dalam hati masing-2 gerangan siapakah di antara mereka
yang dapat maju membungkam mulut si Jalout yang berteriak-teriak itu dan
melawannya, datanglah pada saat itu menghadap raja Thalout seorang lelaki
remaja berparas tampan, bertubuh kekar dan tegak, sinar matanya memancarkan
keberanian dan kecerdasan. Ia meminta izin dari sang raja untuk keluar
menyambut tentangan Jalout dan menandinginya.
Thalout
merasa kagum akan keberanian pemuda yang telah menawarkan dirinya untuk
bertarung dengan Jalout, sementara orang-orang dari pasukannya sendiri yang
sudah berpengalaman berperang tidak ada yang tergerak hatinya untuk menyahut
cabaran Jalout yang berteriak-teriak melontarkan ejekan dan hinaan. Thalout
dengan cermat memperhatikan perawakan sang pemuda itu merasa berat dan
ragu-ragu untuk memberi izin kepadanya turun ke gelanggang melawan Jalout.
Ia
tidak membayangkan seorang dalam usia semuda itu, yang belum pernah turun ke
medan perang dan tiak berpengalaman bertarung akan selamat dan keluar hidup
dari pertarungan melawan Jalout. Ia benar-benar bukan tandingannya, kata hati
Thalout, bahkan merupakan suatu dosa bila ia melepaskan pemuda itu bertarung
dengan Jalout. Sayang bagi usianya yang masih muda itu bila ia akan menjadi
korban dan makanan pedang Jalout yang tidak pernah memberi ampun kepada
lawan-lawannya.
Sang
pemuda dengan memperhatikan roman muka Thalout dapat menangkap isi hatinya
bahwa ia ragu-ragu dan bimbang untuk melepaskannya bertarung dengan Jalout maka
berkatalah ia kepadanya:
"Janganlah engkau terpengaruh oleh usia mudaku dan keadaan
fizikalku yang menjadikan engkau ragu-ragu dan khuatir melepaskan aku melawan
Jalout karena yang menentukan dalam pertarungan bukanlah hanya kekuatan fizikal
dan kebesaran badan akan tetapi yang lebih penting dari itu ialah keteguhan
hati dan keuletan bertempur serta iman dan kepercayaan kepada Allah yang
menentukan hidup matinya seseorang hamba-Nya. beberapa hari yang lalu aku telah
berhasil menangkap seekor singa dan membunuhnya tatkal ia hendak menyergap
dombaku dan sebelum itu terjadi pula aku menghadang seekor beruang yang ganas
dan berhasil membunuhnya setelah bergulat mati-matian. Maka bukanlah usia atau
kekuatan badan yang merupakan faktor yang menentukan dalam pertempuran tetapi
keberanian dan keteguhan hati serta kelincahan dan kecepatan bergerak dengan
disertai perhitungan yang tepat, itulah merupakan senjata yang lebih ampuh
dalam setiap pertarungan."
Mendengar
kata-kata yang penuh semangat yang keluar dari hati yang ikhlas dan jujur
sedarlah Thalout bahwa pemuda itu berkemahuan keras ingin melawan Jalout. Ia
percaya kepada dirinya sendiri bahwa ia dapat mengalahkannya maka diberinyalah
izin dan restu oleh Thalout untuk melaksanakan kehendaknya dengan diiringi doa
semuga Allah melindunginya dan mengurniainya dengan kemenangan yang
diharap-harapkan oleh seluruh anggota pasukan.
Kemudian
ia diberinya pedang, topi baja dan zirah baju besi namun ia enggan mengenakan
pakaian yang berat itu dan pedang pun ia menolak untuk membawanya dengan alasan
ia belum biasa menggunakan senjata itu. Ia hanya membawa sebuah tongkat
beberapa batu kerikil dan sebuah bandul untuk melemparkan batu-batu itu.
Berkatalah
Thalout kepadanya: "Bagaimana engkau
dapat bertarung dengan hanya bersenjatakan tongkat, bandul dan batu-batu
melawan Jalout yang bersenjatakan pedang, panah dan berpakaian lengkap?"
Pemuda
itu menjawab: "Tuhan yang telah
melindungiku dan taring singa dan kuku beruang akan melindungiku pula dari
pedang dan panah Jalout yang durhaka itu."
Lalu
dengan berbekalkan senjata yang sangat sederhana itu, keluarlah ia dari
tengah-2 barisan Bani Isra'il menuju gelanggang di mana Jalout sedang
menari-nari mengelu-elukan pedangnya seraya berteriak-teriak mengejek dan
menyombangkan diri.
Tatkala
Jalout melihat bahwa yang masuk gelanggang hendak bertanding dengan dia adalah
seorang pemuda remaja tidak bersenjatakan pedang atau panah dan tidak pula
mengenakan topi baja dan zirah, dihinalah ia dan diejek dengan kata-kata:
"Untuk apakah tongkat yang engkau bawa itu." Untuk
mengejar anjingkah atau untuk memukul anak-anak yang sebaya dengan engkau? Di
mana pedangmu dan zirahmu? Rupa-rupanya engkau sudah bosan hidup dan ingin mati
padahal engkau masih muda yang belum merasakan suka-dukanya kehidupan dan yang
masih harus banyak belajar dari pengalaman. Majulah engkau ke sini akan aku
habiskan nyawamu dalam sekelip mata dan akan kujadikan dagingmu makanan yang
lazat bagi binatang-2 di darat dan burung-2 di udara."
Sang
pemuda menjawab: "Engkau boleh
bangga dengan zirah dan topi bajamu, boleh merasa kuat dan ampuh dengan pedang
dan panahmu yang tidak akan sanggup menyelamatkan nyawamu dan tanganku yang
masih halus dan bersih ini. Aku datang ke sini dengan nama Allah Tuhan Bani
Isra'il yang telah lama engkau hina, engkau jajah dan engkau tundukkan. Engkau
sebentar lagi akan mengetahui pedang dan panahkah yang akan mengakhiri hayatku
atau kehendak Allah dan kekuasaan-Nya yang akan meranggut nyawamu dan
mengirimkan engkau ke neraka Jahannam?"
Melihat
Jalout melangkah maju, maka sebelum ia sempat mendekatinya, sang pemuda segera
mengeluarkan batu dari sakunya, melemparkannya dengan bandul tepat ke arah
kepala Jalout yang seketika itu juga mengalirkan darah dengan derasnya hingga
menutupi kedua matanya, lalu diikuti dengan lemparan batu kedua dan ketiga oleh
sang pemuda hingga terjatuhlah Jalout tertiarap di atas lantai menghembuskan
nafas terakhirnya.
Bergemuruhlah
suara teriakan gembira dan sorak-sorai dari pihak pasukan Bani Isra'il
menyambut kemenangan pemuda gagah perkasa itu atas Jalout jaguh dan kebanggaan
bangsa Palestin. Dan dengan matinya Jalout hilanglah semangat tempur pasukan
Palestin dan mundurlah mereka melarikan diri tunggang-langgang seraya dikejar
dan diajar tanpa ampun oleh pasukan Thalout yang telah memperoleh kembali
semangat juangnya dan harga diri serta kebanggaan nasionalnya.
Isi cerita di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah
"Al-Baqarah" ayat 246 hingga 251 yang bermaksud :~
"246~ Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Isra'il
sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka:
"Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami dapat berperang {di bawah
pimpinannya} di jalan Allah." Nabi mereka berkata: "Mungkin sekali
jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang`." Mereka
menjawab : "Mengapa kami tidak mahu berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?"
Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali
beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui akan
orang-orang yang zalim.
247~ Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah
mengangkat Thalout menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana
Thalout memerintah kami padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi
mereka berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberi
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas
pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
248~ Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya
tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabout kepadamu di dalamnya
terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun tabout itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda bagimu jika kamu orang yang beriman.
249~ Maka tatkala Thalout ke luar membawa tenteranya ia berkata:
"Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan satu sungai. Maka siapa di
antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikuntuku. Dan barangsiapa tidak
merasakan airnya kecuali orang yang hanya menciduk seciduk tangan, maka ia
adalah pengikuntuku." Kemudian mereka meminumnnya terkecuali beberapa
orang di antara mereka. Maka tatkala Thalout dan orang-orang yang beriman
bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum
berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalout dan
tenteranya." Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui jalan
Allah berkata: "Berpa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah dan Allah berserta
orang-orang yang sabar.
250~ tatkala Jalout dan tenteranya telah nampak oleh mereka, mereka
pun berdoa: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan
kukuhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir."
251~ Mereka {tentera Thalout} mengalahkan tentera Jalout dengan izin Allah dan {dalam peperangan itu} Daud membunuh Jalout, kemudian Allah
memberikan kepadanya {Daud} pemerintahan dan hikmah {sesudah meninggalkan
Thalout} serta Allah mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya."
{ Al-Baqarah : 246 ~ 251
}
Catatan tambahan
Nabi Musa wafat pada usia 150 tahun di atas sebuah bukit
bernama "Nabu", di mana ia
diperintahkan oleh Allah untuk melihat
tanah suci yang dijanjikan {Palestin} namun tidak sampai memasukinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar