Nabi
Ibrahim adalah putera Aaazar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin
Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S. Ia dilahirkan di sebuah
tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang
pada waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama "Namrud bin
Kan'aan."
Kerajaan
Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur, rakyat hidup senang,
sejahtera dalam keadaan serba cukup sandang maupun pandangan serta
saranan-saranan yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mereka. Akan tetapi
tingkatan hidup rohani mereka masih berada di tingkat jahiliyah. Mereka tidak
mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah memberi karunia mereka dengan segala
kenikmatan dan kebahagiaan duniawi. Persembahan mereka adalah patung-patung
yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja
mereka Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi
dan kekuasaan mutlak. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya
merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau di tawar. Kekuasaan
yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebih-lebihan
yang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya
sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan.
Ia berfikir jika rakyatnya mau dan rela menyembah patung-patung yang terbina
dari batu yang tidal dapat memberi manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka,
mengapa bukan dialah yang disembah sebagai tuhan. Dia yang dapat berbicara,
dapat mendengar, dapat berfikir, dapat memimpin mereka, membawa kemakmuran bagi
mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dapat mengubah
orang miskin menjadi kaya dan orang yang hina-dina diangkatnya menjadi orang
mulia, di samping itu semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki
negara yang besar dan luas.
Di
tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan dibesarkanlah Nabi
Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia
sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada
kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran
bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah
perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan kecetekan fikiran dan bahwa
persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang
harus diberantas dan diperangi agar mereka kembali kepada persembahan yang
benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta
ini.
Semasa
remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan
patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh
Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan
secara mengejek ia menawarkan patung -patung ayahnya kepada calon pembeli
dengan kata-kata:
"Siapakah yang akan membeli patung-patung
yang tidak berguna ini?"
Nabi
Ibrahim Ingin Melihat Bagaimana Makhluk Yang Sudah Mati Dihidupkan Kembali Oleh
Allah.
Nabi
Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan
berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebalkan
iman dan keyakinannya, menenteramkan
hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Berserulah ia kepada Allah:
hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Berserulah ia kepada Allah:
"Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku
bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati."
Allah
menjawab seruannya dengan berfirman:
“Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada
kekuasaan-Ku?"
Nabi
Ibrahim menjawab:
"Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman
dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat
itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan
ketenangan dan hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kukuh keyakinanku
kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."
Allah
memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat
ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung
itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh
burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak
setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.
Setelah
dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi
Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah
jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.
Dengan
izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam
keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan
Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di
depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah YAng Maha
Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia
menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah apa
yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan
menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa
kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat
menghalangi atau menentangnya dan hanya kata "Kun" yang difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa
yang dikenhendaki " Fayakun".
Nabi Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar,
ayah Nabi Ibrahim tidak terkecuali sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan
menyembah berhala bak ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan
dipahatnya sendiri dan darinya orang membeli patung-patung yang dijadikan
persembahan.
Nabi
Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah
kepada orang lain ialah menyedarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat
kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu
adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahawa kebaktian kepada
ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan
yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan
sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap
orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya
menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahawa ia
telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya.
Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang
mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia
mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan
keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan
pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah
semata-mata ajaran syaitan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam
diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan
memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali
menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang
dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi
dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar
menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya
Nabi Ibrahim yang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa
puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan
mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan
agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi
dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki, namun seakan-akan
tidak ada hubungan diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada
gusar:
"Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari
kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan
kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau
membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan
penyelewenganmu dari agama ayahmu, tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan
memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku
tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah
engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan
engkau."
Nabi
Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan
sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata:
"Oh ayahku! Semoga engkau selamat, aku
akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan
persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang
celaka dan malang dengan doaku untukmu."
Lalu
keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih dan
prihatin karena tidak berhasil mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan
kufur.
Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan
Nabi Ibrahim dalam usahanya menyedarkan ayahnya yang tersesat itu sangat
menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya
berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun
ia sedar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin
dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki
oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.
Penolakan
ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit
pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan
terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih
persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang
bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Nabi
Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog
dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa.
Dan ternyata bahwa bila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah
alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang
kebenaran ajarannya dan kebathilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan
yang usanglah yang mereka kemukakan yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa
yang oleh bapa-bapa dan nenek moyang mereka dilakukan dan sesekali mereka tidak
akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi
Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi berdebat dan bermujadalah
dengan kaumnya yang berkepala batu dan yang tidak mau menerima keterangan dan
bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada
satu-satunya alasan bahwa mereka tidak akan menyimpang dari cara persembahan
nenek moyang mereka, walaupun oleh Nabi Ibrahim dinyatakan berkali-kali bahwa mereka
dan bapa-bapa mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis.
Nabi
Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan
yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa
berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka
dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah
sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap
tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap
sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang
terbuka, berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka
bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong
dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan
rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim
yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah
ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim
yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut
serta.
"Inilah dia kesempatan yang ku
nantikan," kata
hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi
senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara
daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah
kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah
ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung
yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan
bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim,
mengejek:
"Mengapa kamu tidak makan makanan yang
lazat yang disaljikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah
kamu."
Kemudian
disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong
dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh,
tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat
dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota
dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan
menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu
kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub:
"Gerangan siapakah yang telah berani
melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mereka
ini?"
Berkata
salah seorang diantara mereka:
"Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu
mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang
melakukan perbuatan yang berani ini."
Seorang
yang lain menambah keterangan dengan berkata:
"Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena
ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di
luar merayakan hari suci dan keramat itu."
Selidik
punya selidik, akhirnya terdapat kepastian yyang tidak diragukan lagi bahwa
Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota
beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau
penghinaan yang tidak dapat diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mereka.
Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut
agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana
seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Dan
memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan
secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya.
Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang
kepercayaan mereka yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran
agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang masih
boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan
dakwahkan.
Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok
berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang
pengadilan itu.
Ketika
Nabi Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili ia disambut oleh
para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya
para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan
persembahan mereka.
Ditanyalah
Nabi Ibrahim oleh para hakim:
"Apakah engkau yang melakukan
penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?"
Dengan
tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:
"Patung besar yang berkalungkan kapak di
lehernya itulah yang melakukannya. Coba tanya saja kepada patung-patung itu
siapakah yang menghancurkannya."
Para
hakim penanya terdiam sejenak seraya melihat yang satu kepada yang lain dan
berbisik-bisik, seakan-akan Ibrahim yang mengandungi ejekan itu.
Kemudian
berkata si hakim:
"Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu
tidak dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya
kepadanya?"
Tibalah
waktunya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawaban atas
pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan
persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya
karena adat itu adalah warisan nenek-moyang.
Berkata
Nabi Ibrahim kepada para hakim itu:
"Jika demikian halnya, mengapa kamu
sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan
tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat,
bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah
bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu
berfikir dengan akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang
keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan
yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di
atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan
persembahan kamu itu."
Setelah
selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, para hakim mencetuskan
keputusan bahawa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas
perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka, maka berserulah
para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:
"Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu ,
jika kamu benar-benar setia kepadanya."
Nabi Ibrahim Dibakar Hidup-hidup
Keputusan
mahkamah telah dijatuhakan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar
hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan
bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang
diaturkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan
pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara gotong-royong
harus mengambil bagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda
bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah dihancurkan oleh Nabi
Ibrahim.
Berduyun-duyunlah
para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan
tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan
orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan
memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka
atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin.
Setelah
terkumpul kayu bakar di lanpangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan
tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang
untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar
dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya
berjatuhan terbakar oleh panasnya uap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung
itu.
Kemudian
dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim didatangkan dan dari atas sebuah gedung
yang tinggi dilemparkanlah ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu
dengan iringan firman Allah:
"Hai api, menjadilah engkau dingin dan
keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak
keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang
menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal
karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba
pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh
Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit
api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya
dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar
hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak
sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang
diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat
melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba
Allah yang tersesat itu.
Para
penonton upacara pembakaran heran tercenggang tatkala melihat Nabi Ibrahim
keluar dari bukit api yang sudah padam dan menjadi abu itu dalam keadaan
selamat, utuh dengan pakaiannya yang tetap berada seperti biasa, tidak ada tanda-tanda
sentuhan api sedikit pun. Mereka bersurai meninggalkan lapangan dalam keadaan
heran seraya bertanya-tanya pada diri sendiri dan di antara satu sama lain
bagaimana hal yang ajaib itu berlaku, padahal menurut anggapan mereka dosa Nabi
Ibrahim sudah nyata mendurhakai tuhan-tuhan yang mereka puja dan sembah. Ada
sebagian dari mereka yang dalam hati kecilnya mulai meragui kebenaran agama mereka
namun tidak berani melahirkan rasa ragu-ragunya itu kepada orang lain, sedang
para pemuka dan para pemimpin mereka merasa kecewa dan malu, karena hukuman
yang mereka jatuhkan ke atas diri Nabi Ibrahim dan kesibukan rakyat
mengumpulkan kayu bakar selama berminggu-minggu telah berakhir dengan
kegagalan, sehingga mereka merasa malu kepada Nabi Ibrahim dan para
pengikutnya.
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan
kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian
penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mereka dan membuka mata hati
banyak dari mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya,
bahkan tidak kurang dari mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi
Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat
kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan
menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak
Nabi Ibrahim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar